PERHITUNGAN
GERHANA MATAHARI DAN BULAN
BERDASARKAN ALGORITME MEEUS
A. Pendahuluan
Peristiwa gerhana secara umum adalah peristiwa jatuhnya bayangan sebuah benda langit ke benda langit lain, akibat tertutupnya sebagian cahaya Matahari ke arah benda langit tersebut. Pada kasus gerhana matahari, bayangan Bulan jatuh ke permukaan Bumi dan Bulan menutupi sebagian atau seluruh cahaya Matahari yang ke arah Bumi. (Sebagian atau seluruh di sini bergantung jenis gerhana mataharinya). Sedangkan pada peristiwa gerhana bulan, bayangan Bumi akan jatuh ke permukaan Bulan, dan sebagian atau seluruh cahaya Matahari ke arah Bulan akan dihalangi oleh Bumi. Akibatnya kita akan melihat cahaya Bulan menjadi lebih redup.
Gerhana menjadi fenomena menarik diamati dari Bumi, karena suatu kebetulan yang menakjubkan: ukuran Matahari kira-kira 400 kali lebih besar dari ukuran Bulan, dan jarak Matahari-Bumi juga kira-kira 400 kali lebih jauh dari jarak Bumi-Bulan. Akibatnya: piringan Bulan dan piringan Matahari di langit (dilihat dari Bumi) kurang lebih sama besar. Namun karena orbit Bulan mengelilingi Matahari berbentuk elips, maka ukuran piringan Bulan yang teramati dari Bumi mengalami sedikit variasi. Demikian pula halnya dengan orbit Bumi mengelilingi Matahari yang juga berbentuk elips, menyebabkan ukuran piringan Mataharipun sedikit bervariasi. Variasi-variasi inilah (disamping beberapa hal lainnya) yang menyebabkan penampakan gerhana menjadi berbeda-beda.
1. Variasi Ukuran Piringan Matahari dan Bulan
Bumi mengelilingi Matahari dalam orbit berbentuk elips. Pada titik terdekatnya dengan Matahari (saat berada di titik perihelion), jarak Bumi-Matahari hanya 146.000.000 km. Sedangkan pada jarak terjauhnya (saat berada di aphelion), jarak Bumi-Matahari mencapai 150.000.000 km. Perbedaan jarak ini menyebabkan perbedaan ukuran piringan Matahari terlihat dari Bumi. Saat di aphelion, piringan Matahari terlihat memiliki radius 944", sedangkan di perihelionnya, radius piringan Matahari adalah 976". Jadi, dalam satu tahun, ukuran Matahari bervariasi sekitar 3%.
Sementara itu, Bulan juga mengelilingi Bumi dalam orbit berbentuk elips. Saat berada di titik terdekatnya dengan Bumi (titik perigee), piringan Bulan memiliki radius 1006" (1006 detik busur = 1006 x 1/3600 derajat). Dan pada saat berada di titik terjauhnya dengan Bumi (titik apogee), piringan Bulan yang terlihat dari Bumi memiliki radius 882". Variasi ukuran Bulan ini mencapai 12%.
Akibat dari variasi ukuran piringan Matahari dan Bulan ini terlihat pada penampakan gerhana. Pada suatu saat gerhana Matahari, piringan Bulan bisa 7% lebih besar dari piringan Matahari (atau 2" lebih besar). Pada saat lain, ukuran piringan Bulan bisa pula 10% lebih kecil daripada ukuran piringan Matahari (atau 3" lebih kecil). Karena itu, kita bisa mengamati gerhana matahari total, atau gerhana matahari cincin.
Gambar 1.1 |
2. Fase-fase Bulan
Gambar 1.2 Fase-fase Bulan. |
Diamati dari Bumi, Bulan menunjukkan fase-fase penampakan. Fase-fase ini terjadi disebabkan oleh konfigurasi Bumi-Bulan-Matahari saat itu. Saat bulan berada diantara Bumi dan Matahari, maka bagian yang tidak mendapat cahaya matahari akan menghadap Bumi. Saat itu kita melihat bagian bulan yang gelap. Fase ini dinamakan fase bulan baru. Disaat lain, saat Bumi berada diantara Bulan dan Matahari, seluruh bagian Bulan yang menerima cahaya matahari akan menghadap Bumi. Fase ini kita namakan fase purnama. Fase-fase lainnya adalah saat bagian Bulan yang menghadap kita sebagian menerima cahaya dari Matahari, sebagian lagi tidak (lihat Gambar 1.2).
3. Kemiringan Bidang Orbit Bulan
Bulan melengkapi satu putaran mengelilingi Bumi dalam waktu 27,3 hari. Jadi setiap 27,3 hari, Bulan akan kembali ke posisi semula di langit (relatif terhadap bintang-bintang). Periode ini dinamakan periode sideris Bulan. Pada saat Bulan kembali ke posisi semula di langit, posisi Matahari telah bergeser akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari. Untuk membentuk konfigurasi semula (Bumi-Bulan-Matahari), Bulan membutuhkan waktu tambahan sekitar dua hari. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk kembali dari satu fase ke fase yang sama (misalnya dari fase purnama kembali ke fase purnama). Periode ini dinamakan periode sinodis Bulan.
Namun ternyata tidak setiap berada pada posisi A (pada Gambar 1.1) akan terjadi gerhana matahari. Demikian pula jika Bulan berada pada posisi B, tidak setiap pada posisi tersebut akan terjadi gerhana bulan. Semua ini disebabkan oleh bidang orbit Bulan yang tidak sebidang dengan bidang orbit Bumi (ekliptika), tetapi membentuk sudut 5,2° (lihat Gambar 1.3). Gerhana hanya akan terjadi jika Bulan berada pada posisi A atau B pada Gambar 1.1, dan pada saat itu Bulan berada di sekitar titik potong orbitnya dengan ekliptika. Titik potong ini dikenal dengan nama titik node, titik tanjak, atau titik simpul. Titik potong dimana Bulan bergerak dari sebelah selatan ke utara ekliptika dinamakan titik node naik (titik tanjak naik). Sedangkan titik potong dimana Bulan bergerak dari sebelah utara ke selatan ekliptika dinamakan titik node naik (titik tanjak naik). Garis yang menghubungkan kedua titik potong ini dinamakan garis nodal.
Gambar 1.3 Bidang orbit Bulan membentuk sudut 5,2° terhadap ekliptika |
Gerhana terjadi karena terhalangnya cahaya Matahari. Jika cahaya Matahari tidak bisa mencapai Bulan -- keseluruhan atau sebagian -- karena terhalang oleh Bumi (dengan kata lain Bulan berada dalam bayangan Bumi), maka peristiwa itu dinamakan gerhana Bulan. Sedangkan jika bayangan Bulan jatuh ke permukaan Bumi (Bulan menghalangi sebagian cahaya Matahari yang menuju Bumi), maka peristiwa ini dinamakan gerhana matahari.
Ada dua macam bayangan: umbra (bayangan inti) dan penumbra (bayangan tambahan). Jika kita berada dalam umbra sebuah benda (misalnya umbra Bulan), maka sumber cahaya (dalam hal ini Matahari) akan tertutup keseluruhannya oleh benda tersebut. Sedangkan jika kita berada dalam penumbra, sebagian sumber cahaya masih akan terlihat. (Lihat Gambar 1.4.)
Gambar 1.4 Bayangan umbra dan penumbra |
Namun demikian, saat gerhana bulan total, meski Bulan berada dalam umbra Bumi, Bulan tidak sepenuhnya gelap total karena sebagian cahaya masih bisa sampai ke permukaan Bulan oleh efek refraksi atmosfer bumi
C. Frekuensi dan Periodisitas Gerhana
1. Musim Gerhana
Gerhana terjadi saat Bulan berada kira-kira segaris dengan Bumi dan Matahari, dan saat itu Bulan berada di salah satu titik simpulnya. Dengan kata lain, gerhana bisa terjadi jika garis nodal searah dengan arah garis hubung Bumi-Matahari (lihat Gambar 2.1). Pada posisi A dan C, saat Bulan Baru dan Bulan purnama, akan terjadi gerhana. Sedangkan pada posisi B dan D, tidak akan terjadi gerhana saat fase bulan baru atau gerhana.
Gambar 2.1 Musim gerhana |
Saat posisi B dan D pada Gambar 2.1, bayangan bulan tidak mencapai Bumi saat fase bulan baru. Sedangkan saat bulan purnama, bayangan Bumipun tidak mengenai Bulan (lihat Gambar 2.1).
Saat-saat konfigurasi Bumi-Matahari-garis nodal seperti pada A dan C pada Gambar 2.1, maka pada waktu fase bulan baru pasti akan terjadi gerhana matahari, dan saat fase bulan purnama akan terjadi gerhana bulan. Saat-saat seperti itu dinamakan musim gerhana, dan pada saat musim gerhana, dikatakan Bumi berada dalam zona gerhana. Dalam satu tahun, terjadi dua musim gerhana, yaitu saat konfigurasi A dan saat konfigurasi C tercapai. Namun musim gerhana tidak tepat terpisah 6 bulan, karena garis nodal sendiri bergeser dengan laju 19º pertahun ke arah barat (lihat Gambar 2.2). Akibatnya musim gerhana terjadi dalam interval yang lebih pendek, yaitu 173,3 hari.
Gambar 2.2 Gerak garis nodal Bulan |
Interval waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari dari konfigurasi Bumi-Matahari segaris dengan garis nodal seperti posisi A (Gambar 2.3) kembali ke konfigurasi semula (posisi B pada Gambar 2.3), dinamakan tahun gerhana. Satu tahun gerhana terdiri dari 2 musim gerhana. Karena gerak garis nodal tadi, maka satu tahun gerhana tidak sama dengan satu tahun sideris, tetapi lebih pendek. Tahun sideris ini adalah selang waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari (dari A kembali ke A pada Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Tahun gerhana |
Bulan dan Matahari terlihat sebagai piringan di langit. Karena itu, saat gerhana terjadi, posisi posisi Bumi-Bulan-Matahari tidak mesti tepat segaris. Dilihat dari Bumi, gerhana matahari bisa terjadi jika Matahari (dilihat dari Bumi) berada sekitar 18,5º dari titik node, baik di sebelah timur ataupun barat. Selama Matahari berada dalam interval tersebut, pada fase bulan mati akan terjadi gerhana matahari. Hal yang sama terjadi juga untuk Bulan. Gerhana bulan bisa terjadi jika bulan berada 12,5º dari titik node, baik di sebelah timur ataupun barat. Maka selama Bulan berada dalam interval itu, saat purnama akan terjadi gerhana bulan.
Gerhana matahari terjadi jika Matahari berada dalam selang 37º yang berpusat di titik node. Karena Matahari di langit bergerak dengan kecepatan ~1º perhari, dibutuhkan kira-kira 37 hari untuk melintasi daerah tersebut. Sedangkan fase bulan baru terjadi tiap 29,5 hari. Karena itu, ketika Matahari berada dalam selang tersebut, minimal terjadi satu kali fase bulan baru. Dengan kata lain, setiap musim gerhana, dipastikan akan terjadi gerhana matahari. Minimal dalam satu tahun, bisa terjadi 2 kali gerhana matahari, dan maksimal 5 kali gerhana matahari.
Bumi bergerak mengitari Matahari dengan kecepatan ~1º perhari, dan membutuhkan waktu 22 hari untuk melintasi daerah yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan. Karena waktu yang dibutuhkan lebih pendek dari selang bulan purnama ke bulan pernama, maka mungkin saja selama Bumi berada di zona gerhana tersebut, tidak terjadi bulan purnama. Dengan kata lain, dalam musim gerhana, mungkin saja tidak terjadi gerhana bulan. Dalam satu tahun, bisa terjadi 3 gerhana bulan, bisa juga tidak terjadi gerhana bulan sama sekali.
2. Seri Saros
Semenjak zaman Babilonia, catatan observasi gerhana telah rutin dilakukan. Bahkan semenjak abad ke-9, pengulangan gerhana telah diamati oleh bangsa Chaldean. Dari pengamatan mereka, diketahui bahwa gerhana yang mirip akan terulang tiap kira-kira 18 tahun 10 hari. Periode ini dikenal dengan istilah: saros. Gerhana-gerhana yang dipisahkan oleh satu periode saros memiliki karakteristik yang sangat mirip, dan dikelompokkan ke dalam satu keluarga yang dinamakan seri saros.
Seri Saros berkaitan dengan panjang interval-interval sebagai berikut:
- Bulan Sinodis (Synodic Month): interval waktu dari fase bulan baru kembali ke bulan baru.
Panjang bulan sinodis: 29,53059 hari = 29h 12j 44m. - Bulan Drakonis (Draconic Month): interval waktu yang dibutuhkan Bulan untuk bergerak dari satu node kembali ke node tersebut.
Panjang bulan drakonis: 27,21222 hari = 27h 05j 06m. - Bulan Anomalistis (Anomalistic Month): interval waktu yang dibutuhkan Bulan untuk bergerak dari perigee kembali ke perigee.
Panjang bulan anomalistis: 27,55455 hari = 27h 13j 19m.
Periode saros (18 tahun 10 hari lebih 1/3 hari) adalah 223 kali bulan sinodis. Kenapa gerhana yang dipisahkan oleh 223 bulan sinodis memiliki karakteristik yang sama? Gerhana yang dipisahkan oleh 223 bulan sinodis memiliki karakteristik yang sama karena 223 bulan sinodis (6585,321 hari) itu kurang lebih sama dengan 242 bulan drakonis (6585,357 hari). Artinya pada selang satu periode saros, Bulan kembali pada fase yang sama pada titik node yang sama juga.
Sementara itu, 223 bulan sinodis itu juga kurang lebih sama dengan 239 bulan anomalistis (6585,537 hari). Ini membuat selang satu periode saros selain mengembalikan Bulan pada fase yang sama pada titik node yang sama, juga mengembalikan Bulan pada jarak yang (kurang lebih) sama dari Bumi. Karenanya, gerhana yang dipisahkan oleh periode saros akan memiliki karakteristik yang mirip.
Akibat panjang periode saros yang panjang harinya memiliki pecahan (kira-kira 1/3), maka saat gerhana berikutnya yang terpisahkan oleh satu periode saros terjadi, bumi telah berputar kira-kira 1/3 hari. Karena itu, lintasan gerhana yang dipisahkan oleh satu periode saros akan bergeser 120º ke arah barat. Dan setiap 3 siklus saros (54 tahun 31 hari, atau 19756 hari), gerhana bisa diamati pada wilayah geografi yang sama.
Seperti yang disebutkan di atas, gerhana-gerhana yang dipisahkan oleh periode saros dikelompokkan menjadi sebuah seri saros. Sebuah seri saros tidak akan bertahan selamanya. Seri saros lahir dan mati, dan beranggotakan sejumlah tertentu gerhana. Seri saros ini tidak bertahan selamanya karena satu periode saros itu lebih pendek 1/2 hari dari 19 tahun gerhana. Akibatnya, setelah satu periode saros, titik node akan bergeser 0,5º ke arah timur. Karenanya, setelah lewat sejumlah periode saros tertentu, jarak titik node sudah sedemikian jauh dari Matahari/Bulan sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya gerhana. Saat itu terjadi, seri saros yang bersangkutan akan mati, dan seri saros baru akan lahir.
D. Gerhana Matahari
1. Macam-macam Gerhana Matahari
Berdasarkan penampakannya saat puncak gerhana, gerhana matahari dapat dibedakan menjadi:
- Gerhana Matahari Total
Pada gerhana matahari total, seluruh piringan matahari tertutup oleh piringan bulan. Saat gerhana matahari total ini, ukuran piringan bulan sama besar atau lebih besar dari piringan matahari.
- Gerhana Matahari Cincin
Pada gerhana matahari cincin, ujung umbra tidak mencapai permukaan Bumi. Hanya perpanjangan umbra saja (yang disebut antumbra atau anti umbra) yang mencapai permukaan Bumi. Meski seluruh piringan bulan berada di depan piringan matahari, tetapi ukurannya lebih kecil dari piringan matahari, akibatnya tidak seluruh piringan matahari tertutupi. Bagian pinggiran piringan matahari yang tidak tertutupi piringan bulan tersebut, masih bercahaya, sementara bagian tengahnya gelap tertutup piringan bulan. Karena itu gerhana ini dinamakan gerhana matahari cincin.
- Gerhana Matahari Cincin - Total (Gerhana Matahari Hibrid)
Gerhana matahari cincin - total adalah gerhana matahari yang jarang terjadi. Pada gerhana matahari jenis ini, di sebagian tempat di muka Bumi, yang teramati adalah gerhana matahari cincin, sedangkan di tempat lain gerhana matahari total.
Hal ini bisa terjadi karena pada saat puncak gerhana, puncak kerucut umbra Bulan berada (hampir) tepat di permukaan Bumi, dan pada lokasi ini akan teramati gerhana matahari total. Sedangkan pada lokasi di timur dan barat lokasi tadi, bayangan gelap yang jatuh di permukaan Bumi bukanlah umbra, tetapi perpanjangan umbra (antumbra), sehingga untuk fase total pada lokasi ini yang teramati adalah gerhana matahari cincin.
- Gerhana Matahari Sebagian
Pada gerhana matahari sebagian, saat puncak gerhana terjadi, tidak seluruh piringan bulan menutupi piringan matahari dan tidak seluruh piringan bulan berada di depan piringan matahari.
Dikenal juga istilah gerhana sentral dan gerhana non-sentral. Gerhana sentral adalah gerhana yang terjadi dengan garis penghubung Matahari-Bulan berpotongan dengan permukaan Bumi. Jika garis hubung tersebut tidak memotong permukaan Bumi, gerhana tersebut dinamakan gerhana non-sentral. Gerhana matahari total, gerhana matahari cincin, dan gerhana cincin-total termasuk gerhana sentral. Sedangkan gerhana matahari sebagian, ada yang sentral ada yang tidak. (Mengapa?)
2. Seri Saros Gerhana Matahari
Seri saros gerhana matahari dapat disarikan sbb:
Jika sebuah seri saros dimulai saat Bulan berada ~ 18° dari titik tanjak turun, maka:
- Umbra akan melewati 3500 km dari pusat Bumi. Saat itu, terjadi gerhana matahari sebagian di kutub selatan
- Gerhana berikutnya terjadi dengan umbra berada 300 km lebih dekat
- Setelah sekitar 10-11 gerhana matahari (dalam rentang sekitar 200 tahun), maka akan terjadi gerhana matahari sentral yang pertama di kutub selatan
- Sampai sekitar 950 tahun berikutnya, terjadi gerhana sentral yang bergeser dari selatan menuju ke utara dengan pergeseran ~ 300 km
- Pada sekitar pertengahan periode ~950 tahun pada poin di atas, akan terjadi gerhana matahari terpanjang yang terjadi di ekuator
- Satu seri saros dari mulai lahir sampai matinya, memakan waktu kurang lebih 13 abad. Setiap seri saros ini beranggotakan 70-80 buah gerhana, dengan ~50 diantaranya adalah gerhana sentral
Jika sebuah seri saros gerhana matahari dimulai saat Bulan berada di sekitar titik tanjak naik, maka akan terjadi hal yang sama dengan arah yang berlawanan.
E. Gerhana Bulan
Pada peristiwa gerhana bulan, kita mengenal empat macam gerhana, yaitu: gerhana bulan total, gerhana bulan sebagian, gerhana bulan penumbral total, dan gerhana bulan sebagian penumbral. Perbedaan jenis-jenis gerhana bulan tersebut terletak pada bayangan Bumi mana yang jatuh ke permukaan Bulan saat fase maksimum gerhana terjadi.
1. Macam-macam Gerhana Bulan
Gambar 4.1 Macam-macam gerhana bulan |
Berdasarkan keadaan saat fase puncak gerhana, gerhana bulan dapat dibedakan menjadi:
- Gerhana Bulan Total
Jika saat fase gerhana maksimum gerhana, keseluruhan Bulan masuk ke dalam bayangan inti / umbra Bumi, maka gerhana tersebut dinamakan gerhana bulan total. Gerhana bulan total ini maksimum durasinya bisa mencapai lebih dari 1 jam 47 menit
- Gerhana Bulan Sebagian
Jika hanya sebagian Bulan saja yang masuk ke daerah umbra Bumi, dan sebagian lagi berada dalam bayangan tambahan / penumbra Bumi pada saat fase maksimumnya, maka gerhana tersebut dinamakan gerhana bulan sebagian.
- Gerhana Bulan Penumbral Total
Pada gerhana bulan jenis ke- 3 ini, seluruh Bulan masuk ke dalam penumbra pada saat fase maksimumnya. Tetapi tidak ada bagian Bulan yang masuk ke umbra atau tidak tertutupi oleh penumbra. Pada kasus seperti ini, gerhana bulannya kita namakan gerhana bulan penumbral total.
- Gerhana Bulan Penumbral Sebagian
Dan gerhana bulan jenis terakhir ini, jika hanya sebagian saja dari Bulan yang memasuki penumbra, maka gerhana bulan tersebut dinamakan gerhana bulan penumbral sebagian.
Gerhana bulan penumbral biasanya tidak terlalu menarik bagi pengamat. Karena pada gerhana bulan jenis ini, penampakan gerhana hampir-hampir tidak bisa dibedakan dengan saat bulan purnama biasa.
2. Seri Saros Gerhana Bulan
Seri saros gerhana bulan dapat disarikan sbb:
- Seri saros baru dimulai saat Bulan berada sekitar 16,5° di sebelah timur titik node. Jika titik node itu adalah titik node turun, maka seri saros yang baru lahir itu adalah seri saros bernomor ganjil. Saat itu Bulan berada di utara ekliptika. Demikian juga sebaliknya
- Anggota berikutnya dari seri saros tersebut terjadi dengan posisi Bulan telah bergeser ke barat
- Sekitar 7 anggota pertama dari seri saros adalah gerhana bulan penumbral
- 10 - 20 anggota berikutnya adalah gerhana bulan sebagian
- 12 - 25 anggota berikutnya adalah gerhana bulan total
- 10 - 20 anggota berikutnya adalah (kembali) gerhana bulan sebagian
- Sekitar 7 anggota terakhir dari seri saros adalah (kembali) gerhana bulan penumbral
- Umur seri saros bertahan sampai 13 - 14 abad, dengan anggota 70 - 80 gerhana bulan, dan 40 - 55 diantaranya adalah gerhana umbral.
3. Skala Danjon
André Danjon (1890-1967), seorang astronom Perancis, melakukan klasifikasi gerhana bulan total berdasarkan penampakan dan kecerlangan gerhana. Skala Danjon itu adalah sbb:
- L = 0
Gerhana bulan total diberi skala L = 0 jika saat fase gerhana totalnya, Bulan terlihat sangat gelap, hampir-hampir tidak terlihat terutama saat puncak gerhana
- L = 1
Gerhana bulan total diberi skala L = 1 jika saat fase gerhana totalnya, Bulan terlihat gelap, keabu-abuan, atau berwarna coklat kotor. Detail permukaan Bulan hampir-hampir tidak terlihat
- L = 2
Gerhana bulan total diberi skala L = 2 jika saat fase gerhana totalnya, Bulan berwarna merah tua atau merah seperti karat besi. Bagian pinggiran umbra terlihat relatif lebih terang.
- L = 3
Gerhana bulan total diberi skala L = 3 jika saat fase gerhana totalnya, Bulan berwarna merah bata. Bagian pinggiran umbra terlihat berwarna terang kekuning-kuningan.
- L = 4
Gerhana bulan total diberi skala L = 4 jika saat fase gerhana totalnya, Bulan berwarna jingga terang atau seperti warna tembaga. Umbra Bumi terlihat sangat terang.
Gambar 4.2 |
Penampakan gerhana yang dilukiskan dalam skala Danjon ini menggambarkan keadaan atmosfer bagian atas dari daerah yang sedang mengalami senja / fajar saat gerhana terjadi. Jika pada atmosfer di atas daerah yang mengalami senja / fajar itu relatif bersih, maka saat fase gerhana bulan total, piringan Bulan akan berwarna merah. Ini terjadi karena molekul-molekul udara menghamburkan cahaya matahari yang melaluinya dengan hamburan yang sebanding dengan 1/4 ( = panjang gelombang). Ini berarti semakin kecil panjang gelombang (semakin ke arah biru pada spektrum cahaya), semakin efektif ia dihamburkan. Karena panjang gelombang warna merah adalah yang paling panjang, maka ia yang paling sedikit dihamburkan. Karena itu cahaya Matahari yang melewati atmosfer Bumi dan dihamburkan ke umbra/penumbra, saat mencapai Bulan komponen yang dominan adalah warna merah.
Sedangkan jika atmosfer (di bagian yang disebutkan di atas) banyak mengandung partikel debu (dari letusan gunung berapi misalnya), hamburan oleh partikel ini berpengaruh sama terhadap seluruh panjang gelombang visual. Karena itu, (terutama) umbra menjadi lebih gelap, dan saat fase gerhana total, piringan Bulan hampir tidak kelihatan.
F. Kalkulasi Gerhana
Dengan alat bantu kalkulator saku, kita bisa menghitung kapan terjadinya gerhana bulan atau gerhana matahari. Tetapi tentu saja tidak dengan ketelitian tinggi. Dalam tulisan bab ini, anda akan diperkenalkan cara menghitung kapan terjadinya gerhana. Perhitungan di sini tidak dimaksudkan untuk kepentingan ilmiah (karena akurasinya tidak memadai untuk itu), tetapi bisa untuk kegunaan penelusuran historis atau untuk mengetahui kapan akan terjadi gerhana yang akan datang.
1. Gerhana Matahari
Langkah-langkah menghitung kapan terjadinya gerhana matahari:
a. Tentukan sebuah tanggal. Gerhana yang kita cari akan berpandukan tanggal ini. Hitung harga k untuk tanggal tersebut, dan tentukan harga k untuk tanggal calon gerhana.
k = (tahun-2000) * 12,3685
Rumus untuk mencari k di atas adalah rumus pendekatan. 'Tahun' yang digunakan dalam rumus di atas adalah tanggal yang dinyatakan dalam tahun. Jadi misalnya tanggalnya adalah 1 Juli 2000, maka 'tahun' di atas diisi dengan 2000,5
Untuk gerhana matahari, k haruslah bilangan bulat (yang menunjukkan saat bulan baru). Untuk gerhana bulan, k harus bilangan bulat ditambah 0,5 (yang menunjukkan saat bulan purnama). Jadi calon gerhana berikutnya (setelah tanggal yang dipilih), memiliki harga k berupa bilangan bulat terdekat yang lebih besar dari harga k untuk tanggal pedoman kita. Calon gerhana sebelumnya memiliki harga k berupa bilangan bulat terdekat yang lebih kecil dari harga k untuk tanggal pedoman kita.
b. Hitung: JDE (Julian Day Ephemeris), M, M', F, dan
T = k/1236,85
JDE = 2.451.550,09765
+ 29,530588853*k
+ 0,0001337*T2
- 0,000000150*T3
+ 0,00000000073*T4
+ 29,530588853*k
+ 0,0001337*T2
- 0,000000150*T3
+ 0,00000000073*T4
JDE adalah waktu terjadinya gerhana (yang ingin dicari) dinyatakan dalam julian day, dimana waktunya dinyatakan dalam waktu efemeris (ET) atau waktu dinamik (DT).
M = + 2,5534
+ 29,10535669*k
- 0,0000218*T2
- 0,00000011*T3
+ 29,10535669*k
- 0,0000218*T2
- 0,00000011*T3
M adalah anomali menengah Matahari.
M' = + 201,5643
+ 385,81693528*k
+ 0,0107438*T2
+ 0,00001239*T3
- 0,000000058*T4
+ 385,81693528*k
+ 0,0107438*T2
+ 0,00001239*T3
- 0,000000058*T4
M' adalah anomali menengah Bulan
F = + 160,7108
+ 390,67050274*k
- 0,0016341*T2
- 0,00000227*T3
+ 0,000000011*T4
+ 390,67050274*k
- 0,0016341*T2
- 0,00000227*T3
+ 0,000000011*T4
F adalah argument latitud dari Bulan
= + 124,7746
- 1,56375580*k
+ 0,0020691*T2
+ 0,00000215*T3
- 1,56375580*k
+ 0,0020691*T2
+ 0,00000215*T3
adalah longitud dari ascending node (titik tanjak naik) orbit Bulan
Jika nilai mutlak dari selisih F dengan kelipatan 180 terdekat:
- lebih dari 21°, maka tidak akan terjadi gerhana, dan perhitungan tidak perlu dilanjutkan.
- kurang dari 13,9°, maka dipastikan akan terjadi gerhana.
- kurang dari 21° dan lebih dari 13,9°, maka harus diuji lebih lanjut (lihat bagian akhir pada langkan di bawah).
Jika harga F berada di sekitar 0° atau 360°, maka gerhana terjadi disekitar titik tanjak naik (ascending node) Bulan. Sedangkan jika harga F berada di sekita 180°, berarti disekitar titik tanjak turun (decending node)
c. Jika terjadi gerhana, hitung: P, Q, , dan u
E = 1 - 0,002516*T - 0,0000074*T2
F1 = F - 0,02665*sin()
A1 = 299,77 + 0,107408*k - 0,009173*T2
P = + 0,2070*E*sin(M)
+ 0,0024*E*sin(2*M)
- 0,0392*sin(M')
+ 0,0116*sin(2*M')
- 0,0073*E*sin(M'+M)
+ 0,0067*E*sin(M'-M)
+ 0,0118*sin(2*F1)
+ 0,0024*E*sin(2*M)
- 0,0392*sin(M')
+ 0,0116*sin(2*M')
- 0,0073*E*sin(M'+M)
+ 0,0067*E*sin(M'-M)
+ 0,0118*sin(2*F1)
Q = + 5,2207
- 0,0048*E*cos(M)
+ 0,0020*E*cos(2*M)
- 0,3299*cos(M')
- 0,0060*E*cos(M'+M)
+ 0,0041*E*cos(M'-M)
- 0,0048*E*cos(M)
+ 0,0020*E*cos(2*M)
- 0,3299*cos(M')
- 0,0060*E*cos(M'+M)
+ 0,0041*E*cos(M'-M)
W = |cos(F1)|
= (P*cos(F1) + Q*sin(F1))*(1-0,0048*W)
u = + 0,0059
+ 0,0046*E*cos(M)
- 0,0182*cos(M')
+ 0,0004*cos(2*M')
- 0,0005*cos(M+M')
+ 0,0046*E*cos(M)
- 0,0182*cos(M')
+ 0,0004*cos(2*M')
- 0,0005*cos(M+M')
u+0,5461 adalah radius penumbral Bulan pada bidang fundamental, yaitu bidang yang melalui titik pusat Bumi dan tegak lurus dengan garis sumbu bayangan Bulan.
Jika harga > 0, maka gerhana dapat diamati dari belahan Bumi utara, jika < 0, maka gerhana dapat diamati dari belahan Bumi selatan.
Jika harga nilai absolut
- kurang dari +0,9972 maka gerhananya adalah gerhana sentral
- jika u<0 maka gerhananya adalah gerhana total
- jika u>0,0047 maka gerhananya adalah gerhana cincin
- jika u antara 0 dan 0,0047 maka:
hitung = 0,00464(1-2)1/2 > 0. Jika u<, maka gerhananya adalah gerhana cincin-total. Jika tidak maka gerhananya adalah cincin
- antara 0,9972 dan (1,5433+u) maka gerhananya tidak sentral
- lebih dari 1,5433+u maka tidak terjadi gerhana
d. Hitung: waktu puncak gerhana, dan magnitud gerhana
Untuk menghitung kapan waktu puncak gerhana, hitung koreksi terhadap JDE sbb:
Koreksi_JDE = - 0,4075* sin(M')
+ 0,1721*E*sin(M)
+ 0,0161* sin(2*M')
- 0,0097* sin(2*F1)
+ 0,0073*E*sin(M'-M)
- 0,0050*E*sin(M'+M)
- 0,0023* sin(M'-2*F1)
+ 0,0021*E*sin(2*M)
+ 0,0012* sin(M'+2*F1)
+ 0,0006*E*sin(2*M'+M)
- 0,0004* sin(3*M')
- 0,0003*E*sin(M+2*F1)
+ 0,0003* sin(A1)
- 0,0002*E*sin(M-2*F1)
- 0,0002*E*sin(2*M'-M)
- 0,0002* sin()
+ 0,1721*E*sin(M)
+ 0,0161* sin(2*M')
- 0,0097* sin(2*F1)
+ 0,0073*E*sin(M'-M)
- 0,0050*E*sin(M'+M)
- 0,0023* sin(M'-2*F1)
+ 0,0021*E*sin(2*M)
+ 0,0012* sin(M'+2*F1)
+ 0,0006*E*sin(2*M'+M)
- 0,0004* sin(3*M')
- 0,0003*E*sin(M+2*F1)
+ 0,0003* sin(A1)
- 0,0002*E*sin(M-2*F1)
- 0,0002*E*sin(2*M'-M)
- 0,0002* sin()
maka waktu puncak gerhana adalah:
Puncak_gerhana = JDE + Koreksi_JDE
Waktu puncak gerhana yang diperoleh di atas, adalah dalam TDT (Terrestrial Dynamical Time). Untuk menyatakan dalam UT:
UT = TD - T
Data T diperoleh dari pengamatan. (Silakan melihat misalnya di website Fred Espenak's Eclipse Home Page: http://sunearth.gsfc.nasa.gov/eclipse/)
Magnitud gerhana dihitung dengan rumus:
Magnitud_gerhana = (1,5433 + u - ||) / (0,5461 + 2*u)
Magnitud gerhana adalah fraksi diameter Matahari yang tertutup pada saat maksimum gerhana. Jika gerhana total, magnitud gerhana akan lebih besar atau sama dengan 1,0. Jika magnitud gerhana kurang dari 1,0 maka gerhana tersebut adalah gerhana sebagian atau gerhana cincin.
Untuk kasus gerhana matahari sebagian, magnitud gerhana yang dihitung dengan rumus di atas adalah magnitud gerhana yang diamati dari lokasi yang paling dekat dengan sumbu bayangan bulan.
2. Gerhana Bulan
Langkah-langkah menghitung kapan terjadinya gerhana bulan:
a. Tentukan sebuah tanggal. Gerhana yang kita cari akan berpandukan tanggal ini. Hitung harga k untuk tanggal tersebut, dan tentukan harga k untuk tanggal calon gerhana.
k = (tahun-2000) * 12,3685
Untuk gerhana bulan, k adalah bilangan bulat ditambah 0,5 (yang menunjukkan saat bulan purnama). Jadi calon gerhana berikutnya (setelah tanggal yang dipilih), memiliki harga k berupa bilangan_bulat_ditambah_0,5 terdekat yang lebih besar dari harga k untuk tanggal pedoman kita. Calon gerhana sebelumnya memiliki harga k berupa bilangan_bulat_ditambah_0,5 terdekat yang lebih kecil dari harga k untuk tanggal pedoman kita.
b. Hitung: JDE (Julian Day Ephemeris), M, M', F, dan (sama seperti untuk gerhana matahari)
T = k/1236,85
JDE = 2.451.550,09765
+ 29,530588853*k
+ 0,0001337*T2
- 0,000000150*T3
+ 0,00000000073*T4
+ 29,530588853*k
+ 0,0001337*T2
- 0,000000150*T3
+ 0,00000000073*T4
M = + 2,5534
+ 29,10535669*k
- 0,0000218*T2
- 0,00000011*T3
+ 29,10535669*k
- 0,0000218*T2
- 0,00000011*T3
M' = + 201,5643
+ 385,81693528*k
+ 0,0107438*T2
+ 0,00001239*T3
- 0,000000058*T4
+ 385,81693528*k
+ 0,0107438*T2
+ 0,00001239*T3
- 0,000000058*T4
F = + 160,7108
+ 390,67050274*k
- 0,0016341*T2 - 0,00000227*T3
+ 0,000000011*T4
+ 390,67050274*k
- 0,0016341*T2 - 0,00000227*T3
+ 0,000000011*T4
= + 124,7746
- 1,56375580*k
+ 0,0020691*T2
+0,00000215*T3
- 1,56375580*k
+ 0,0020691*T2
+0,00000215*T3
Jika nilai mutlak dari selisih F dengan kelipatan 180 terdekat:
- lebih dari 21°, maka tidak akan terjadi gerhana, dan perhitungan tidak perlu dilanjutkan.
- kurang dari 13,9°, maka dipastikan akan terjadi gerhana.
- kurang dari 21° dan lebih dari 13,9°, maka harus diuji lebih lanjut.
c. Jika terjadi gerhana, hitung: P, Q, , dan u (sama seperti untuk gerhana matahari)
E = 1 - 0,002516*T - 0,0000074*T2
F1 = F - 0,02665*sin()
A1 = 299,77 + 0,107408*k - 0,009173*T2
P = + 0,2070*E*sin(M)
+ 0,0024*E*sin(2*M)
- 0,0392*sin(M')
+ 0,0116*sin(2*M')
- 0,0073*E*sin(M'+M)
+ 0,0067*E*sin(M'-M)
+ 0,0118*sin(2*F1)
+ 0,0024*E*sin(2*M)
- 0,0392*sin(M')
+ 0,0116*sin(2*M')
- 0,0073*E*sin(M'+M)
+ 0,0067*E*sin(M'-M)
+ 0,0118*sin(2*F1)
Q = + 5,2207
- 0,0048*E*cos(M)
+ 0,0020*E*cos(2*M)
- 0,3299*cos(M')
- 0,0060*E*cos(M'+M)
+ 0,0041*E*cos(M'-M)
- 0,0048*E*cos(M)
+ 0,0020*E*cos(2*M)
- 0,3299*cos(M')
- 0,0060*E*cos(M'+M)
+ 0,0041*E*cos(M'-M)
W = |cos(F1)|
= (P*cos(F1) + Q*sin(F1))*(1-0,0048*W)
u = + 0,0059
+ 0,0046*E*cos(M)
- 0,0182*cos(M')
+ 0,0004*cos(2*M')
- 0,0005*cos(M+M')
+ 0,0046*E*cos(M)
- 0,0182*cos(M')
+ 0,0004*cos(2*M')
- 0,0005*cos(M+M')
d. Hitung: waktu puncak gerhana, dan magnitud gerhana
Untuk menghitung kapan waktu puncak gerhana, hitung koreksi terhadap JDE sbb:
Koreksi_JDE = - 0,4065* sin(M')
+ 0,1727*E*sin(M)
+ 0,0161* sin(2*M')
- 0,0097* sin(2*F1)
+ 0,0073*E*sin(M'-M)
- 0,0050*E*sin(M'+M)
- 0,0023* sin(M'-2*F1)
+ 0,0021*E*sin(2*M)
+ 0,0012* sin(M'+2*F1)
+ 0,0006*E*sin(2*M'+M)
- 0,0004* sin(3*M')
- 0,0003*E*sin(M+2*F1)
+ 0,0003* sin(A1)
- 0,0002*E*sin(M-2*F1)
- 0,0002*E*sin(2*M'-M)
- 0,0002* sin(Omega)
+ 0,1727*E*sin(M)
+ 0,0161* sin(2*M')
- 0,0097* sin(2*F1)
+ 0,0073*E*sin(M'-M)
- 0,0050*E*sin(M'+M)
- 0,0023* sin(M'-2*F1)
+ 0,0021*E*sin(2*M)
+ 0,0012* sin(M'+2*F1)
+ 0,0006*E*sin(2*M'+M)
- 0,0004* sin(3*M')
- 0,0003*E*sin(M+2*F1)
+ 0,0003* sin(A1)
- 0,0002*E*sin(M-2*F1)
- 0,0002*E*sin(2*M'-M)
- 0,0002* sin(Omega)
maka waktu puncak gerhana adalah:
Puncak_gerhana = JDE + Koreksi_JDE
Sama seperti dalam perhitungan gerhana matahari di atas, waktu puncak gerhana yang diperoleh adalah dalam TDT (Terrestrial Dynamical Time). Untuk menyatakan dalam UT:
UT = TD - T
Rumus koreksi JDE untuk gerhana bulan di atas sedikit berbeda dengan untuk gerhana matahari. Perbedaannya terletak pada koefisien pertama dan kedua. Untuk gerhana matahari: -0,4075 dan +0,1721, sedangkan untuk gerhana bulan: -0,4065 dan 0,1727
Data T diperoleh dari pengamatan. (Silakan melihat misalnya di website Fred Espenak's Eclipse Home Page: http://sunearth.gsfc.nasa.gov/eclipse/)
Magnitud gerhana dihitung dengan rumus:
- Untuk gerhana penumbral:
Magnitud_gerhana = (1,5573 + u - ||) / (0,5450)
- Untuk gerhana umbral
Magnitud_gerhana = (1,0128 - u - ||) / (0,5450)
Bila harga magnitud (umbral atau penumbral) kurang dari 0 (dengan kata lain: negatif), berarti tidak terjadi gerhana ybs.
e. hitung: waktu-waktu kontak dengan umbra dan penumbra
P = 1,0128 - u
T = 0,4678 - u
n = 0,5358 + 0,0400 cos (M')
H = 1,5573 + u
Semi_durasi_fase_parsial = 60/n * (|P2 - 2|)0,5
Semi_durasi_fase_total = 60/n * (|T2 - 2|)0,5
Semi_durasi_fase_parsial_di_penumbra = 60/n * (|H2 - 2|)0,5
Semi durasi yang dihitung di atas adalah dalam menit.
Maka:
Maka:
- Kontak 1 penumbra (P1) = (Puncak gerhana) - (Semi durasi fase parsial di penumbra)
- Kontak 1 umbra (U1) = (Puncak gerhana) - (Semi durasi fase parsial)
- Kontak 2 umbra (U2) = (Puncak gerhana) - (Semi durasi fase total)
Ini adalah saat dimulainya fase gerhana total - Kontak 3 umbra (U3) = (Puncak gerhana) + (Semi durasi fase total)
Ini adalah saat berakhirnya fase gerhana total - Kontak 4 umbra (U4) = (Puncak gerhana) + (Semi durasi fase parsial)
- Kontak 4 penumbra (P4) = (Puncak gerhana) + (Semi durasi fase parsial di penumbra)
3. Contoh Kalkulasi
1. Tentukan kapan gerhana matahari pertama pada milenium ke-3!
Milenium ke-3 dimulai tanggal 1 Januari 2001. Ini adalah tanggal panduan kita. Harga k untuk tanggal 1 Januari 2001 ini adalah: k = 12,37. Maka gerhana matahari berikutnya adalah gerhana matahari yang terjadi pada tanggal yang berasosiasi dengan harga k > 12 dan berupa bilangan bulat.
Untuk k = 13, 14, 15, 16, dan 17, tidak terjadi gerhana. (Mengapa?)
Untuk k = 18, terjadi gerhana matahari, dengan hasil perhitungan sbb:
Untuk k = 18, terjadi gerhana matahari, dengan hasil perhitungan sbb:
- k = 18
- JDE = 2452081,6482
- M = 166,4498
- M' = 306,2691
- = 96,6270
- F = 352,7798
- F1 = 352,7534
- nilai mutlak selisih F dengan kelipatan 180 yang terdekat = 7,2202, dipastikan ada gerhana
- = -0,5698
- u = -0,0093
- tipe gerhana: gerhana total (sentral)
- Puncak gerhana: 21 Juni 2001 jam 12:05:22 TD
- Magnitud = 1,8276
Data gerhana matahari dari website gerhana Fred Espenak (NASA) memberikan puncak gerhana: 21 Juni 2001 jam 12:04 UT
2. Tentukan kapan gerhana bulan terakhir abad ke-19!
Akhir abad ke-19 adalah 31 Desember 1900. Ini adalah tanggal panduan kita. Harga k untuk tanggal ini: -1224,5238. Tanggal gerhana terakhir yang terjadi pada abad ke-19 akan memiliki harga k (bilangan bulat ditambah 0,5) kurang dari harga k = -1224,5238.
Sebagai iterasi pertama, ambil k = -1225,5. Kalkulasi memberikan:
- k = -1225,5
- JDE = 2415360,3611
- M = 333,9388
- M' = 62,9207
- = 241,1594
- F = 194,0081
- F1 = 194,0314
- nilai mutlak selisih F dengan kelipatan 180 yang terdekat = 14,0081, kemungkinan ada gerhana
- = -1,1149
- u = 0,0011
- tipe gerhana: gerhana penumbral
- Puncak gerhana: 6 Desember 1900 jam 10:26:24 TD
- Magnitud Penumbral = 0,8139
Magnitud Umbral = -0,1892. Karena magnitud umbral berharga negatif, maka gerhana bulannya tidak gerhana umbral. Dengan kata lain, gerhana bulannya adalah gerhana penumbral.
- Puncak gerhana: 6 Desember 1900 10:26 UT.
- Magnitud Penumbral = 0,844
Magnitud Umbral = -0,180
Hitung waktu-waktu kontaknya dan bandingkan dengan data yang ada.
Daftar Pustaka
- Fifty Year Canon of Solar Eclipses: 1986-2035, Espenak, Fred, Goddard Space Flight Center, 1987
- Fifty Year Canon of Lunar Eclipses: 1986-2035, Espenak, Fred, Goddard Space Flight Center, 1987
- Astronomical Algorithms, Jean Meeus, Willmann-Bell, Inc., 1991
- Nick Strobel's Astronomy Notes, http://www.astronomynotes.com/
PENENTUAN POSISI MATAHARI DAN BULAN
DENGAN TINGKAT AKURASI RENDAH (LOW PRECISION)
Oleh : M. Syafi’i
A. Posisi Matahari
Dengan persamaan-persamaan berikut ini, dapat ditentukan posisi matahari dengan ketelitian rendah (low precision). Data matahari terdiri dari Bujur Ekliptika (s), asensiorekta (s), deklinasi (s), tinggi matahari di atas horizon (a), asimut (As), sudut waktu (LHAs), dan jarak matahari dari Bumi (R).
Input-input yang butuhkan dalam proses pengerjaan adalah :
- Tanggal (D)
- Bulan (M)
- Tahun (Y)
- Lintang Pengamat ()
- Bujur Pengamat ()
- Jam (UT/GMT)
Pertama-tama ditentukan JD (Julian Date) dengan persamaan :
Jika penanggalan miladiyah / masehi > 15 Oktober 1582 (Gregorian kalender)
Maka harus dihitung :
A = Int(Y/100) B = 2 – A + Int(A/4)
Jika penanggalan miladiyah/masehi < 15 Oktober 1582 (Julian kalender)
Maka B = 0
JDo = Int(365.25 x ( Y + 4716)) + Int(30.6001 x (M+1)) + D + B – 1524.5
JD = Int(365.25 x ( Y + 4716)) + Int(30.6001 x (M+1)) + D + (UT/24) + B – 1524.5
Keterangan:
Jika M = 1(Januari) atau 2 (Februari), maka Y-1, dan M + 12
selanjutnya dicari besaran T dengan persamaan :
To = (JDo – 2451545.0) / 36525
T = (JD – 2451545.0) / 36525
Anomali menengah orbit Bumi (g) sekitar matahari dihitung dengan persamaan
g = 357.528 + 35999.050 x T
L = 280.460 + 36000.770 x T
Bujur Ekliptika Matahari (s)
s = L + 1.915 x Sin g + 0.020 x Sin (2g)
= 23.4393 – 0.01300 x T
Perata waktu (e) dihitung dengan persamaan :
E = (-1.915 Sin g -0.020 Sin (2g) + 2.466 sin (2s) – 0.053 Sin (4s))/15
Deklinasi Matahari (s)
s = Sin -1 (Sin s x Sin )
Asensiorekta Matahari (s)
s = Tan -1 (Tan s x Cos )
Tinggi Matahari (a)
a = Sin -1 (Sin x Sin s + Cos x Cos s x Cos LHAs)
Asimut Matahari (As)
As = Cos -1 (-Tan x Tan a + Sin s / Cos / Cos a)
Dimana (Lintang pengamat) dan LHAs (Sudut waktu Matahari) yang dicari dengan persamaan :
GST = (24110.54841” + 8640184.812866” x To + 1.0027379093 x UT + 0.093104” x T2 – 0.0000062” x T3) x 15
GHA = GST - s
LHAs = GHA + (Bujur Pengamat, (+) Bujur Timur, (-) Bujur Barat)
Semidiameter Matahari (SD)
SD = 0.267 / (1 – 0.017 x Cos g)
Jarak Bumi Matahari (R)
R = 1.00014 – 0.0167 x Cos g – 0.00014 x Cos (2g)
B. Posisi Bulan
Dengan persamaan-persamaan berikut ini dapat ditentukan posisi bulan dengan tingkat akurasi rendah. Kesalahan hitungan dengan menggunakan persamaan-persamaan ini jarang melebihi 0.3 untuk Bujur ekliptika (m), 0.2 untuk lintang ekliptika (m), 0.03 untuk paralaks horizontal (m), 0.001 untuk setengah diameter bulan (SD’), 0.2 untuk jarak bumi-bulan dalam satuan radius bumi (r’), 0.3 untuk asensiorekta bulan (m) dan 0.2 untuk deklinasi bulan (m).
Bujur ekliptika bulan (m)
m = 218.32 + 481267.883 x T
+ 6.29 Sin (134.9 + 477198.85 x T)
- 1.27 Sin (259.2 – 413335.38 x T)
+ 0.29 Sin (134.9 + 89034.23 x T)
+ 0.21 Sin (269.9 + 954397.7 x T)
- 0.19 Sin (357.5 + 35999.05 x T)
- 0.11 Sin (186.6 + 966404.05 x T)
Lintang ekliptika bulan (m)
m = 5.13 sin (93.3 + 483202 x T)
+ 0.28 sin (228.2 + 960400.87 x T)
- 0.28 sin (318.3 + 6003.18 x T)
- 0.17 sin (217.6 – 407322.20 x T)
Horisontal Parallak Bulan (m)
m = 0.9508
+ 0.0518 cos (134 + 477198.85 x T)
+ 0.0095 cos (259.2 – 413335.38 x T)
+ 0.0078 cos (235.7 + 890534.23 x T)
+ 0.0028 cos (269.9 + 954397.70 x T)
Jarak bumi – bulan dalam satuan radius bumi (r’)
r’ = 1/sin m
selanjutnya dihitung persamaan berikut ini :
x = Tan-1(Sin m x Tan )
y = (x + m)
Deklinasi Bulan (m)
m = Sin-1(Sin m x Sin x Sin y / Sin x)
Asensiorekta Bulan (m)
m = Cos -1 (Cos m x Cos m / Cos m)
Tinggi Bulan (h)
h = Sin -1 (Sin x Sin m + Cos x Cos m x Cos LHAm)
Asimut Bulan (Am)
Am = Cos -1 (-Tan x Tan h + Sin m / Cos / Cos h)
Dimana (Lintang pengamat) dan LHAm (Sudut waktu Bulan) yang dicari dengan persamaan :
GST = (24110.54841” + 8640184.812866” x To + 1.0027379093 x UT + 0.093104” x T2 – 0.0000062” x T3) x 15
GHA = GST - m
LHAm = GHA + (Bujur Pengamat, (+) Bujur Timur, (-) Bujur Barat)
Semidiameter Bulan (SD’)
SD’ = 0.2725 x m