Rabu, 02 November 2011

pengertian organisasi


“Organization is any group of individuals that is working toward some common end under leadership”(organisasi adalah sesuatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja kea rah tujuan bersama dibawah kepemimpinan).
Unsur- unsur organisasi;
  Sekelompok orang
  Kerjasama
  Tujuan yang ingin dicapai
Ciri-ciri organisasi sosial Menurut Berelson dan Steiner;
Formalitas,
merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
Hierarkhi,
merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
Besarnya dan Kompleksnya,
dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
Lamanya (duration),
menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.
Macam organisasi
* Berdasarkan tujuan pembentukan
  1. Profit
  2. Non profit
* Berdasarkan proses pembentukan:
  1. Formal
  2. informal

TAHAPAN PERANCANGAN PERATURAN DAERAH (RANPERDA) MENJADI PERATURAN DAERAH (PERDA)

TAHAPAN PERANCANGAN PERATURAN DAERAH (RANPERDA) MENJADI PERATURAN DAERAH (PERDA)

Oleh:

Nanda Trisna Putra

Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

NIM 08210031

Abstrak

Perda adalah instrumen atau aturan yang secara sah diberikan kepada Pemerintah Daerahdalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah provinsi, kota, maupun kabupaten. Secara formal, rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Kepala Pemerintah Daerah. Namun demikian, Penyusunan sebuah Perda hanya dapat diinisiasi apabila terdapat permasalahan yang pencegahan atau pemecahannya memerlukan sebuah Perda baru.

Pada intinya, pembuatan Perda sebenarnya merupakan satu bentukpemecahan masalah secara rasional. Layaknya sebagai proses pemecahan masalah, langkahpertama yang perlu diambil adalah menjabarkan masalah yang akan diatasi, dan menjelaskanbagaimana peraturan daerah yang diusulkan akan dapat memecahkan masalah tersebut. Konsepatau draft rancangan peraturan daerah harus merupakan usulan pemecahan masalah-masalahspesifik yang telah diidentifikasi dan dirumuskan. Dan seperti layaknya usulan pemecahanmasalah yang memerlukan kajian empiris, draft peraturan daerah juga hendaknya dikaji secaraempiris melalui konsultasi publik dan pembahasan antar-instansi.Lebih jauh, rancangan Perdayang sudah disahkan hanyalah merupakan pemecahan masalah secara teoritis.Sebagaipemecahan masalah, Perda yang baru hendaknya dicek secara silang (cross check).Perda perludiimplementasikan untuk mengetahui secara pasti tingkat keefektivan yang sebenarnya.

Secara umum, terdapat 3 langkah yang perlu dilalui dalam menyusun suatu Perdabaru, yaitu persiapan, pembahasan, dan pengesahan. Uraian dari masing-masing langkah dapat bervariasi, namun secara umum seluruh langkahini harus dilalui sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-UndangRepublik IndonesiaNo.12 tahun 2011tentangpembentukan peraturan perundang-undangan

.

Kata kunci

Persiapan.Pembahasan.Pengesahan.

Latar belakang

Reformasi desentralisasi Indonesia yang dimulai pada tahun 2001 merupakan perwujudan dari komitmen Indonesia menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang berkelanjutan. Dikeluarkannya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menjadipenanda terbukanya kesempatan luas bagi usaha pembangunan daerah dan bagi partisipasi warga yang lebih besar dalam pemerintahan. Sejak awal penerapan kebijakan tersebut,masyarakat dan pemerintah daerah telah menjawab kesempatan tersebut dengan antusias dan kreativitas yang luar biasa hingga menghasilkan capaian dan inovasi yang luar biasa pula.[1]

Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, menegaskan keberadaan Peraturan Daerah (Perda) sebagai upaya memperkuat kebijakan otonomi daerah. Selanjutnya UU Nomor 10, Tahun 2004 yang sekarang telah diperbarui oleh UU Nomor 12, Tahun 2011, kembali menegaskan keberadaan Perda ini dalam kerangka pembentukan hukum nasional. Demikian pula dengan UU Nomor 32, Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Tidak jauh dari UU Nomor 12, Tahun 2011, UU Nomor 10, Tahun 2004sebenarnya secara rinci mengatur pelaksanaan fungsi legislasi DPR, DPD,dan DPRD. Di dalamnya disebutkan bahwa proses pembentukan peraturan perundangundangan yang diartikan sebagai proses pembuatan peraturan perundang-undangan pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. (redaksi ini digunakan lagi pada Pasal 1 angka 1, UU Nomor 12, Tahun 2011).

UU Nomor 32, Tahun 2004, telah menggariskan bahwa pembentukan Perda dimaksudkan untuk melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab serta atas dasar melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kebijakan daerah yang tertuang dalam Perda maupun Keputusan Kepala Daerah (Kepda) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Perda lainnya.

Begitu strategisnya kedudukan sebuah Perda, sehingga banyak peraturan perundang-undangan dibuat untuk membentuk dan menjalankannya. Bahasan ini berawal dari ramainya animo pembicaraan berbagai kalangan hukum yang selanjutnya mengundang ketertarikan penulis untuk mengkajinya

Tahapan Persiapan/Perumusan Masalah

Pembuatan Perda sebenarnya merupakan satu bentukpemecahan masalah secara rasional. Layaknya sebagai proses pemecahan masalah, langkahpertama yang perlu diambil adalah menjabarkan, merumuskanmasalahyang akan diatasi, dan menjelaskanbagaimana peraturan daerah yang diusulkan akan dapat memecahkan masalah tersebut. Konsepatau draft rancangan peraturan daerah harus merupakan usulan pemecahan masalah-masalahspesifik yang telah diidentifikasi dan dirumuskan. Dan seperti layaknya usulan pemecahanmasalah yang memerlukan kajian empiris, draft peraturan daerah juga hendaknya dikaji secaraempiris melalui konsultasi publik dan pembahasan antar-instansi.

Dalam perumusan masalah hal-hal yang harus dipersiapkan adalah:

* Analisa data tentang persoalan sosial yang akan diatur.

* Kemampuan teknis perundang-undangan

* Pengetahuan teoritis tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

* Hukum perundang-undangan baik secara umum maupun khusus tentang Perda.

Disebutkan dalam asas pembentukanperaturan perundang-undangan pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011tentangpembentukanperaturan perundang-undangan, bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan padaasas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Sebagai dasar hukum perumusan masalah pembuatan sebuah perda adalah:

a. UU No. 12 Thn 2011Tentang pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai perubahan dari UU No. 10 Tahun 2004

b. Tata Tertib DPRD Propinsi atau Kabupaten/Kota.

Inti dari perumusan masalah dalam perancangan perda adalah menjawab pertanyaan “masalah sosial apa yang akan diselesaikan”. Selanjutnya teridentifikasi ada 2 masalah sosial:

a. Pertama, masalah sosial yang terjadi karena adanya perilaku dalam masyarakat yang bermasalah.

b. Kedua, masalah sosial yang disebabkan karena aturan hukum yg ada tidak lagi proporsional dengan keadaan masyarakatnya

Dalam bentuk pertanyaan penjabaran masalah sosial tersebut meliputi:

a. Apa masalah sosial yang ada?

b. Siapa masyarakat yang perilakunya bermasalah?

c. Siapa aparat pelaksana yang perilakunya bermasalah?

d. Analisa keuntungan dan kerugian atas penerapan perda?

e. Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah social?

Prinsip Dasar Perumusan Substansi

a) Akurasi Ilmiah dan Pertimbangan Sosial-Ekonomi. Setiap peraturanhendaknya disusunberdasarkan kajian keilmuan di dalamnya. Suatu peraturan tidak bersifat normatif semata,melainkan juga harus mencerminkan isu dan permasalahan sebenarnya, berikut strategipemecahan yang dibutuhkan masyarakat. Untuk dapat memastikan kebutuhan yang sebenarnya dari para pemangku kepentingan, suatu kajian akademis terhadap peraturan yang tengah dirancang atau ditetapkan perlu dilakukan, dengan menekankan pertimbangan ilmiah, sosial, dan ekonomi di dalamnya.

b) Pendanaan Berkelanjutan. Pendanaan berkelanjutan mengacu pada pendanaan yang cukupuntuk mengimplementasikan suatu peraturan. Pada sebagian besar wilayah, pendanaandigunakan untuk keperluan administrasi dan operasional, dan hanya sebagian kecil yangdigunakan untuk pelaksanaan program dan pembangunan, kecuali apabila ada alokasi khusus.

c) Kejelasan. Peraturan dapat diterima untuk kemudian dilaksanakan dengan baik hanya apabilamemiliki kejelasan dan dapat dicerna oleh masyarakat. Kejelasan mengacu pada bagaimanasuatu peraturan dirumuskan dan masyarakat mengerti akan kandungan yang terdapat didalamnya.

Adapun dalam langkah nyata tahapan persiapan ini dilakukan diterapkan dengan metode langkah-langkah, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Identifikasi isu dan masalah.

Para perancang Perda perlu membuat Perda atas nama dan untuk kepentingan masyarakat.Langkah pertama yang harus diambil adalah mengajukan pertanyaan mengenai jenispermasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Permasalahan dapat mencakup banyak hal,antara lain degradasi dan deviasi sumber daya, konflik pemanfaatan antar pihak yangmengakibatkan keresahan sosial, dan lain-lain. Selain mengidentifikasi masalah, perancangPerda harus pula mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah (akar masalah) dan pihak-pihakyang terkena dampak dari berbagai masalah tersebut.

Langkah 2 : Identifikasi landasan hukum, dan bagaimana Perda baru dapat memecahkan masalah.

Pengertian legal baseline adalah status dari peraturan perundang-undangan yang saat ini tengah berlaku.Identifikasi legal baseline mencakup inventarisasi peraturan perundang-undangan yang ada dan kajian terhadap kemampuan aparatur pemerintah dalam melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut.

Identifikasi legal baseline juga meliputi analisis terhadap pelaksanaan dan penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan yang ada.Melalui analisis ini, dapat diketahui bagianbagian dari Perda yang ada, yang telah dan belum/tidak ditegakkan, termasuk yang mendapat pendanaan dalam pelaksanaannya berikut alasan yang menyertai, dan instansi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tersebut.

Langkah 3 : Penyusunan Naskah Akademik.

Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden dinyatakan bahwa Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang. Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Presiden tersebut dinyatakan bahwa “Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.” Kata “dapat“ berarti tidak merupakan keharusan. Sejalan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) tersebut maka untuk penyusunan Peraturan Daerah untuk substansi tertentu dapat juga terlebih dahulu dibuatkan Naskah Akademik. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Presiden tersebut dinyatakan bahwa ”Naskah Akademik paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur”.

Penyusunan naskah akademik atau naskah rancangan peraturan perundang-undangan dilihat dari aspek managemen adalah merupakan suatu konsep pengambilan “keputusan“. Pengambilan keputusan yang baik oleh siapapun baik oleh lembaga Negara maupun pejabat yang berwenang haruslah didasarkan pada data dan informasi yang lengkap dan akurat.

Data dan informasi yang lengkap dan akurat dimaksud terutama dapat diperoleh melalui kegiatan penelitian. Suatu konsep keputusan (naskah akademik atau naskah rancangan peraturan perundang-undangan) tentu tidak dapat disusun asal jadi, karena: “Keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi dan pengambilan keputusan harus didasarkan pada:

a) Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang secara kebetulan;

b) Tidak dapat dilakukan asal jadi;

c) Hakekat dari masalah harus diketahui dengan jelas;

d) Pemecahan tidak dapat dilakukan dengan mencari ilham, tetapi harus didasarkan kepada data dan fakta yang dipercaya dan bersifat up to date;

e) Keputusan yang diambil adalah keputusan yang dipilih dari berbagai alternatif

Dari aspek proses penyusunan peraturan perundang-undangan, penelitian hukum adalah merupakan langkah awal/persiapan pada tahap pra legislasi. Hasil penelitian merupakan bahan dasar untuk menunjang tindak lanjutnya, yaitu penyusunan naskah akademik atau naskah rancangan peraturan perundang-undangan.[2]

Langkah 4 : Penulisan Rancangan Perda.

Pekerjaan menyusun peraturan daerah seperti halnya, kodifikasi hukum, dan rancanganperaturan perundang-undangan memiliki spesifikasi tertentu. Himpunan peraturan perundangundangandisusun berdasarkan derajat peraturan dan waktu penetapannya. Sedangkankodifikasi hukum disusun secara sistematis menurut rumpun masalah dan dikelompokkansecara sistematis dalam Buku, Bab, Bagian, Paragraf, dan Pasal-Pasal.

Langkah 5 : Penyelenggaraan Konsultasi Publik:

Interaksi dengan masyarakat merupakan upaya yang lentur, dan harus diintegrasikan ke dalam proses penulisan rancangan Perda. Proses konsultasi dan penulisan bersifat interaktif, saling mengisi dan mempengaruhi. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 28 (Rancangan) Peraturan Presiden tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 140 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa:

1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis sebagai bahan penyempurnaan dalam tahap penyiapan rancangan Perda.

2. Masyarakat dalam memberikan masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap dan jelas.

3. Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok-pokok materi yang diusulkan.

4. Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diagendakan dalam rapat penyiapan rancangan Perda.

Dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah baik di lingkungan Pemerintah Daerah maupun di DPRD masyarakat tetap dapat berperan serta secara aktif untuk memberikan masukan dalam penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah, demikian juga pada saat dilakukan pembahasan bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah, DPRD dapat menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum untuk mendapatkan lagi masukan dari masyarakat. Peran serta masyarakat dalam proses penyusunan Peraturan Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip akses informasi dan partisipasi.

Tahap Pembahasan/Persetujuan di tingkat DPR.

Pembahasan di DPRD merupakan salah satu bentuk dari dilaksanakannya konsultasi publik.DPRD selaku wakil rakyat kembali akan melakukan seri konsultasi publik dengan membuka ruang diskusi dengan berbagai kepentingan yang terlibat, seperti asosiasi, perguruan tinggidan masyarakat yang langsung terkena dampak dengan diberlakukannya peraturan ini. Pembahasan di DPRD tidak dilakukan oleh DPRD semata, melainkan bekerja sama dengankepala daerah, seperti apa yang diamanatkan dalam UU Nomor 12, Tahun 2011, tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan pada bab VIII tentang pembahasan dan penetapan rancangan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota

Bagian Kesatu

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

Pasal 75

1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsibersama Gubernur.

2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkattingkatpembicaraan.

3) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalamrapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menanganibidang legislasi dan rapat paripurna.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan DaerahProvinsi diatur dengan Peraturan DPRD Provinsi.

Pasal 76

1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersamaoleh DPRD Provinsi dan Gubernur.

2) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang sedang dibahas hanya dapat ditarikkembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi dan Gubernur.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan

4) Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan DPRD Provinsi.

Bagian Kedua

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 77

Ketentuan mengenai pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76 berlaku secara mutatis mutandis terhadappembahasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Tahap Pengesahan/Pengundangan.

Pengesahan adalah langkah terakhir dalam pembuatan Perda baru, sekaligus menjadi langkahpertama pelaksanaan perda tersebut.Salah satu faktor penting keberhasilan pelaksanaan sebuahPerda baru adalah masa transisinya.Masa transisi ini terkait erat dengan tanggal mulaidiberlakukannya Perda baru.Sebuah Perda baru tidak harus segera diberlakukan setelahdisahkan.Sebaiknya ada tenggang waktu antara disahkannya sebuah Perda dengan tanggalmulai diberlakukannya.Hal ini dimaksudkan agar lembaga/instansi pemerintah terkait danmasyarakat dapat melakukan persiapan-persiapan yang memadai untuk pelaksanaan secaraefektif.Persiapan pelaksanaan meliputi pembentukan kesadaran masyarakat tentang ketentuanketentuanhukum yang baru, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi instansipelaksana dan aparat penegak hukum mengenai ketentuan-ketentuan spesifik dari Perda yangbaru tersebut.

Apabila sebuah Perda diberlakukan bersamaan dengan tanggal pengesahannya, pelaksanaanawalnya dapat menjadi kacau dan sulit.Hal demikian dapat berakibat pada terciptanyamasalah/kesulitan pelaksanaan selama bertahun-tahun sesudahnya.Selain itu, apabila satuPerda diberlakukan segera setelah disahkan, instansi pelaksana dan aparat penegak hokumseringkali tidak menegakkan Perda tersebut secara ketat, dan penegakan hukum secara ringanpada masa awal pemberlakuannya seperti ini seringkali berakibat pada sikap jangka panjangmasyarakat yang memperlemah keseluruhan upaya penegakan hukum.

Bagaimanapun juga, pengesahan suatu Perda baru harus diikuti,bahkan sebaiknya didahuluidengan upaya penjangkauan dan penyadaran yang memadai untuk menginformasikan kepadamasyarakat dan instansi-instansi terkait mengenai pengesahan peraturan perundang-undanganbaru tersebut. Upaya sosialisasi ini harus ditunjang dengan penyediaan bahan-bahan penunjangyang menjelaskan tentang Perda tersebut, latar belakangnya, tujuannya, serta pelaksanaannyakepada seluruh pemangku kepentingan dan instansi terkait.Seperti apa yang diamanatkan dalam UU Nomor 12, Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada bab VIII tentang pembahasan dan penetapan rancangan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota

Bagian Ketiga

Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

Pasal 78

1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi.

2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 79

1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur.

2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.

3) Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.

4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi dalam Lembaran Daerah.

Bagian Keempat

Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 80

Ketentuan mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

SKEMA

Uraian dari masing-masing langkah dapat bervariasi, namun secara umum seluruh langkah ini perlu dilalui:

Langkah 1 : Identifikasi isu dan masalah.

Langkah 2 : Identifikasi legal baseline atau landasan hukum, dan bagaimana peraturandaerah (Perda) baru dapat memecahkan masalah.

Langkah 3 : Penyusunan Naskah Akademik.

Langkah 4: Penulisan Rancangan Perda.

Langkah 5: Penyelenggaraan Konsultasi Publik

Langkah 6 : Pembahasan di DPRD.

Langkah 7 : Pengesahan Perda.


DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Peraturan Perudang-Undangan dan UNDP. Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah. 2008. Pdf. Hlm

Legislative Strengthening Team, Legal Drafting Penyusunan Peraturan Daerah Buku Pegangan untuk DPRD, 2007.

Handoyo, B. Hestu Cipto. 2008.Prinsip-Prinsip Legal Drafting & Desain NaskahAkademik.Yogyakarta:Universitas Atma Jaya



[1]Legislative Strengthening Team, Legal Drafting Penyusunan Peraturan Daerah Buku Pegangan untuk DPRD, 2007. Hlm. vi

[2]Dirjen Peraturan Perudang-Undangan dan UNDP. Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah. 2008. Pdf. hlm