Sabtu, 07 Desember 2013

SANTRI MISTERIUS DAN DOANYA


SANTRI MISTERIUS DAN DOANYA (5 nov - 7 des 2013)
Sore tadi, seorang santri berucap, "Kang, kalau ada jalan lain selain pacaran untuk menikah. Kupilih jalan itu kang. Meskipun jalan itu pasti terasa sunyi, yang penting Allah, Nabi, dan guru ridho kang. Doakan aku yo kang". masyallah, gemetar hati ini menerima permintaan doanya.
Beberapa hari berselang, “Gimana sampun istiqomah kang?” Tanyaku pada santri putra yang kemarin. ''Alhamdulillah, tapi abot kang. Malahan, ketika kulo mulai lebih mendekati Allah. Cobaan berupa makhluk terindahnya satu persatu mulai hadir. Terus gimana ini kang? Dengan sedikit celingukan karena tak bisa menjawab, aku menjawab, ''Aku yo gak ngerti kang, spurane.”
Meski belum tidur semalaman karena terlena pada taklim kartu remi plus terpaksa jaga karena yang piket jaga gak tau kemana, pagi ini kusempatkan menemuinya. Di sela-sela remi tadi malam, aku temukan jawabannya. '' Kang, mungkin Allah sedang menguji sampean'' jawabku. Sambil mengeluarkan asap rokok dia menjawab dengan santainya,''Mboten(tidak) kang, tidak mungkin Dia menguji seseorang yang belum mengenalNya. Sangat belum pantas kulo ini diujiNya. Sekarang, sepertinya Allah ingin aku mengenalNya kang.'' seperti keledai yang terjebak di kubangan lumpur, aku menyerah pada caranya mengambil sudut pandang mencari jawaban. Sekali lagi dia bertanya padaku sekaligus mengajariku cara menjawabnya dan jawabannya sekalian. Pandangannya yang luar biasa di pagi ini cukup untuk menjadi bekalku seumur hidup bahkan.
Santri biasa dia sebetulnya, seperti yang lain. Ya ngaji, wiridan, nderes qur'an, jamaah, dan sesekali sowan ke kyai-kyai. Tak terlihat sedikitpun keistimewaan yang tampak secara lahir. Fisiknya biasa, pnampilannya juga seperti biasanya santri, kalau cangkruk ngopi pun obrolannya sama dengan santri-santri lainnya. Tapi anehnya, ketika berbicara denganku sendiri, sosok biasa-biasa itu berubah menjadi seorang ustadz yang ngidu geni(omonganya manjur). Hingga setiap kata yang meluncur dari lisannya tak mungkin aku bantah.  Sebetulnya dia juga sering bertanya padaku, tapi anehnya pertanyannya itu loo, kemudian malah menjadi pertanyaanku dan dia sendiri akhirnya yang menjawab.
Hidup di Malang kalau tak kuat-kuat pasti akan mabuk dunia, klenger dalam bahasa Jawanya. Dan sekali lagi godaan itu datang lengkap dengan fasilitasnya. Sangat mungkin diri ini masuk pada perangkapnya. semoga bisa melaluinya dengan mengingat ucapanya(santri putra misterius itu), "Kang, agenda urip kulo sakniki cuma ngibadah, ngaji, kuliah, ngajar, lan makaryo. Niku kan nggih sampun padet, niku mawon dereng ketambahan mikir jodoh"(Kang, agenda hidupku sekarang Cuma ibadah, ngaji, kuliah, ngajar, dan kerja. Itukan sudah padat, apalagi belum ketambahan mikir jodoh.
“Kang menurut sampean, kebaikan dan keburukan itu apa?'' kalau biasanya dia(konco santri putra kemarin) yang bertanya, kali ini gantian aku yang bertanya. Dengan gayanya yang khas dia menjawab, ''menawi pengertiannya, insyallah sampean lebih paham. Tapi menurut kulo keduanya sama. Semuanya fasilitas untuk angsal(meraih) ridone Pengeran''. ''Kok iso?''(kok bisa?) aku menimpali. '' la iya to, ketika kita berlari menjauh dari maksiat atau mendekat dengan amal-amal baik, sejatinya saat itu kita sama-sama berlari menuju Allah''.
Setelah menghela nafas panjang, dia melanjutkan , ''Begitu juga sebaliknya kang, kebaikan tak ubahnya seperti keburukan ketika kebaikan hanya menjadi wasilah nafsu-nafsu kita''. Kali ini aku benar-benar hampir memahami pikirannya.
''kang piye(gimana), apa sampean sudah berani pdkt''? Tanyaku mengingat awal mula dimulainya percakapan kami. ''Alhamdulillah setiap pagi sore hari sampun kulo hadiahkan padanya al Fatihah perbaikan dan istighfar pengampunan, la sampean gimana?'' sekarang giliran dia bertanya. Akupun bingung mau jawab gimana.
Eeee, gak ada yang menyangka, stelah beberapa minggu kukagumi dia(santri putra misterius). Kutauladani cara pandangnya pada dosa dan pahala, prespektifnya pada wanita, dan hikmaH-hikmahnya yangg luar biasa. Tak kusangka, sebelum dzuhur tadi, ketika aku sedang mencari2 tugas di sebuah warnet, kusaksikan dia sedang melahap sajian segar film blue. ''jancok, asu, babi,'' wa ala alihi washohbihi tiba-tiba kata-kata itu meluncur dari bibir ini. Umpatan itu tepat keluar di hadapan kedua bola matanya. Dia hanya tertunduk diam sambil memerah wajahnya. Otomatis user-user dan operator internet berdiri,  penasaran ingin tahu apa yang terjadi. Operator bergegas menuju arah kami, sepertinya ingin melerai. Dan aku yang terlanjur emosi memutuskan untuk sipat kuping(bergegas) meninggalkannya, karena takut tangan ini akhirnya ikut mengumpat dengan caranya sendiri. Suntuk karena deadline tugas-tugas kuliah, target-target hidup, dan hujan terus cuacanya. Akhirnya kumantapkan niat untuk pulang. Meskipun hujan lebat, sahabatku Aang mau mengantarkanku ke Stasiun Kotabaru. Setelah bersalaman, kami berpisah. Kunaiki kereta Tawangalun yang dari jendelanya kulihat dari tadi awan menyelimuti Malang sampai Bangil dan menuangkan hujannya.
Sesampainya di Banyuwangi desaku yang kurindukan. Antara sadar dan tidak, sayup perlahan kulihat laki-laki tua berbaju dan berpeci hitam menghampiriku. ''Nak, darinya kau akhirnya tahu seberapa bijak akhlak ucapanmu. Bukankah kau sendiri juga pernah berujar bahwa mutiara tetap mutiara, meski keluar dari mulut seekor anjing?''. Sambil merubah letak slendang putihnya, dia menghentikan ucapannya. sebagaimana biasanya mimpi, pasti orang ketiga yang dimaksud dalam percakapan itu sudah bisa ditebak, ya pasti santri misterius itu lagi. Sejurus kemudian, kakek tadi tiba-tiba merogoh saku celanaku. Ajaib, dia mengeluarkan 1 cepet rokok surya 12. Padahal aku tak merasa pernah memasukkannya. Dan lagi semenjak rabu 27 nopember kemarin aku berazam berhenti merokok. Kemudian dia berujar, ''Anakku, kalau rokok yang kau anggap merusak badanmu, hingga kau tinggalkan itu saja sampai sekarang masih ada dalam hatimu, bagaimana engkau bisa melepaskan seorang yang nyatanya memberi banyak hikmah plajaran hidup bagimu?''. Terperanjat, byaar, aku akhirnya terbangun dari tidurku. karena penasaran, Kurogoh saku clanaku. Ternyata kutak dapat satupun saku. Aku baru ingat klo malam ini aku tidur pakai sarung. Sambil membenarkan posisi gulungan sarung, pikiran ini terdilema, antara tahajjud dan mapan tidur lagi. Akhirnya kuputuskan mapan dengan membaca 1 tahlil, 1 fatihah, dan 27 astaghfirullahlilmukmininwalmukminat, dengan niat khusus untuknya.
Cukup beberapa hari untuk mengobati rindu pada Ibu, Ayah, dan adik-adik, kuputuskan segera kembali ke perantauan. sebelum berangkat, sejenak kupandang dalam wajah Ibu dan Ayah. kulihat garis dahi mereka semakin jelas. dalam hati aku berkata, “Allah, tetapkan ingatanku untuk selalu melihat mereka tersenyum, karena cahaya cerah wajah mereka adalah doa yang cukup besar dan panjang bagiku.” Kereta Tawang Alun teman pilihanku untuk mengantarkanku pada kotaku yang kedua.  Sesampainya di Malang, tak langsung kutemui dia(santri putra misterius) untuk minta maaf. Hawa kakek tua berbaju hitam yang menelanjangi kekuranganku itu sampai saat ini masih terasa. Tak biasanya aku gugup, hingga harus merencanakan rangkaian kata maaf yang harus kuucapkan padanya. Sambil tiduran di kamar al-Ashoy, kamar yang katanya santri-santri lain menjadi kamar panti bagi jomblo-jomblo yang bersungguh-sungguh mencari pasangan hidup. Tiba-tiba kuteringat hadits yang pernah diajarkan salah satu mentor panti Jomblo al Ashoy, Pak Enjang namanya, "ketika seseorang mencela pelaku maksiat maka suatu saat dia akan dicoba dengan maksiat yang sama", maknanya kurang lebih seperti itu. Kuingat-ingat, ternyata dua hari berselang semenjak kuumpat dia dengan makian kotor. Tak seperti biasanya, kok sering sekali gadis-gadis cantik seolah berpose di hadapanku, hingga lensa mata yang bergiga-giga pixel ini tak kuasa untuk tidak menjepret dan menyimpannya dalam memori hitam hati ini. "Astaghfirullah", padahal belum selesai kalimat maaf itu terangkai, bayangan gadis-gadis itu muncul tergambar jelas dalam pikiran. "Astaghfirullah" untuk kedua kalinya, bukannya sadar menyesal akan karma, kunikmati imaji lekuk tubuh mereka, meski dalam beberapa detik. "PET", lampu kamar tiba-tiba mati, membuatku terbangun dari lamunan indah yang munafik. Tarkhim dari masjid sebelah mulai berkumandang.  Kuputuskan untuk mandi menghilangkan bekas bau-bauan lokomotif. sambil menuju kamar mandi, aku bergumam, "susunan kalimat maaf itu akan selesai di kamar mandi".
Setelah mikir lama di jeding, akhirnya hati dan akal ini sepakat memilih kalimat, "sepurone yo coo?", cukup singkat dan ideal bagi senior yang masih merasa masih ingin dituakan, padahal jelas-jelas sudah melakukan kesalahan. setelah berpakaian yang kata sebagaian orang stylenya santri, segera kulangkahkan kaki ini menuju masjid. Seperti biasa aku baru berangkat ke mesjid ketika pujian shalawat mulai terdengar lemas, "hawa-hawane iqomat" menurut bahasa konco-konco santri kamar Muria. Ternyata benar, baru tiga langkah kaki terdengar iqomat, semakin kupercepat langkahku. Dalam keterlambatan itu masih sempatnya kuberpikiran untuk mendapatkan bagian shof pertama. Dan ternyata benar, aku berhasil berdiri di posisi shof pertama yang kata Nabi jika ada yang tahu besarnya fadlilahnya, maka semua orang rela berebut undian dan berjalan ngesot untuk mendapatkannya. Aku baru tersadar, ternyata selama ini yang berangkat terlambat tidak hanya diriku. sambil menunggu imam mengangkat takbiratulihrom, kusempatkan melirik rombongan yang terlambat sepertiku. Diantara rombongan telat itu, ternyata kulihat sosok santri misterius yang malam ini juga aku harus minta maaf padanya. Kehadirannya sebelum shalat maghrib ini membuat kosentrasiku tambah tidak konsen. Akhirnya, sepanjang shalat yang kupikirkan hanya bagaimana nanti mintamaaf padanya. Hingga tak kusadari tiba-tiba sudah tahiyyat akhir. setelah membaca tasyahud dan shalawat, kuputuskan membaca doa yang tidak biasanya kubaca, "Allahumma ij'al sayyiatina sayyiaati man ahbabta, wala taj'al hasanaatina hasanati man abghadltah", "Ya Allah jadikanlah keburukanku sebagai keburukan yang engkau senangi. Dan jangan engkau jadikan kebaikanku sebagai kebaikan yang engkau benci." Karena maksiat yang menuntun pada pintu taubat, lebih baik dari pada amal baik yang akhirnya mengundang marahNya. ya kurang lebih seperti itu aku pernah dengar di pengajian shubuh dari kyai kami, maklum aku sering ngaji sambil tidur atau tidur sambil ngaji.
Jarum pendek jam menunjuk antara 8 dan 9, sedangkan yang panjang berhenti di angka 6. menandakan jam pelajaran diniyyah selesai. "Wallahu a'lam bisshawaab", kalimat yang dari tadi kami tunggu-tunggu akhirnya terdengar keluar dari suara ustadz kami, kemudian disusul dengan doa dan  salam. Sambil masih membawa kitab diniyyah kuputuskan langsung menuju kamarnya,sebelum kedahuluan dia berangkat ngopi di Makyem. Dengan gerak ragu kubuka pintu kamarnya. Kulihat beberapa santri junior dengan stikgamenya sedang asyik. "Aaah, kurang penting mengurusi mereka, kalaupun mereka mbolos ngaji, aku juga pernah," pikirku. Pandanganku kemudian tertuju pada sosok yang ada di pojok kamar. Kuhampiri dia, "Kang, sepurane yoo?" pintaku padanya. Tak kupedulikan senioritasku dihadapan junior-junior itu. Seperti patung, mereka berhenti sejenak ngegame sambil  memandangi kami yang sedang saling menunduk. Tak kupedulikan tingkah mereka, sekarang yang ada hanyalah saudara yang ingin menyambung silaturrahim kembali. Sedangkan dia, terlihat diam menunduk, entah karena malu, marah, atau apalah. Sejurus kemudian, dia mendekat, berbisik padaku, "Kaang, sampean ndak usah minta maaf, gara-gara pisuhan(kata-kata kotor) sampean itu, sekarang aku punya doa baru yang mungkin juga sampean butuhkan. "Ya Allah aku minta Engkau segera menyudahi maksiat pandanganku dengan segera menikahkanku”. Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum sambil bergumam dalam hati, "Doa itu, ya doa itu adalah bentuk nyata dari doaku tadi saat tahiyyatakhir shalat maghrib, Aamiin." Sekali lagi dia menjadi penjelas beberapa konsep yang belum aku pahami.  "Ayo kang budal ngopi," ajakannya menyadarkanku dari lamunan. "Ayoo, tapi aku jangan ditawari rokok yoo?" Kamipun berangkat Meski harus sedikit berlari dan mencincing sarung karena gerimis. Wallahuwaliyyuttaufiq. Semoga bermanfaat.
by Ahmad Nanda Trisna Putra.