Mengapa setelah Kususuri
lorong-lorong indah dan keruh, tetap saja ku tak menemukanNya. Kusimpuhkan raga
ini di hadapanNya setidaknya lima kali dalam sehari, kubuka manuskrip kalam
agungNya dan mencoba meresapi pesan-pesan transendenNya, kusengaja perut ini
kosong untuk meletihkan diri dan memelas padanya, setidaknya empat jam dalam 24
jam hidupku dalam dua tahun ini kupasrahkan jalanku padaNya, sedikit banyak
untaian wirid pagi dan sore membasahi bibir ini meskipun kadang tak istiqomah,
kugerakkan kepalaku berisyarat tidak ada selainNya saat lailahaillallah” sebagai
wujud ketundukan makhluk, gelaran sajadah panjang bumiNya pun tak mau
menunjukkanku padaNya. Dan sebaliknya. Imaji kotorku berkelindan saat melihat
makhluk terindahNya, ucapan-ucapan kotor sebagai kesengajaan saraf otak
kananku, regukan asap kotor nikotin yang merusak kredibiltas dan konsentrasiku,
hembusan kentut panjang dan intens yang membuat jengkel sahabat2ku, kegemaranku
berdusta padaNya dan makhlukNya, Kata-kataku “ku kan berguru pada syetan” pun
tak kuasa menuntunku pada samudra keindahanNya. Akupun mencarinya dalam lembah
kegelapan dosaku berharap menemukanNya. Dari semua itu “MENGAPA KU BELUM
MENEMUKANNYA?”
Apakah karena aku masih
menyebutNya dengan “NYA”?
Bagaimana jika kusebut DIA mulai
sekarang dengan “ENGKAU”