Minggu, 03 Juli 2011

WAKAF PERSPEKTIF KHI

A. Latar Belakang
Pada tanggal 10 Juni 1991, Presiden Republik Indonesia; Soeharto telah mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia dengan Nomor 1 Tahun 1991 yang inti dari isi INPRES tersebut adalah menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terdiri dari tiga (3) buku, yaitu hukum perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Selanjutnya KHI ini dijadikan sebagai pedoman di dalam menetapkan perkara-perkara yang berhubungan dengan tiga masalah yang terkandung di dalam KHI tersebut yang dialami oleh orang Islam. Ini telah ditetapkan oleh Menteri Agama di dalam keputusannya tentang pelaksanaan INPRES Nomor 1 Tahun 1991 tersebut.
Oleh karena itu, KHI menjadi bagian penting di dalam kehidupan maysarakat muslim di Indonesia. Ia dapat diibaratkan sebagai kitab fiqh produk rakyat Indonesia.
Sebagaimana yang telah diterangkan, KHI mengandung tiga (3) pembahasan. Salah satu yang paling banyak menimbulkan salah faham adalah masalah wakaf.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kajian KHI Pasal 223 tentang tata cara perwakafan dan perbandingan fiqh ?
2. Bagaimana Perkembangan tata cara melakukan wakaf secara praktek ?
3. Bagaimana Kajian KHI Pasal 224 tentang pendaftaran wakaf dan perbandingan fiqh ?
A. Kajian KHI Pasal 223 Tentang Tata Cara Perwakafan dan Fiqh
Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 menjalaskan tentang tata cara perwakafan. Pasal 223 angka (1) tertulis sebagai berikut:
Pihak yang hendak mewakafkah dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
Pada dasarnya, ketika rukun-rukun wakaf telah tercukupi, maka jadilah wakaf. Ini adalah menurut fiqh klasik. Sedangkan rukun-rukun wakaf menurut mayoritas ulama selain Hanafi adalah orang yang mewakafkan (واقف), tujuan diwakafkan (موقوف عليه), barang wakafan (موقوف), dan sîghat.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, rukun wakaf itu hanya ada satu, yaitu shîghat. Shîghat di sini adalah lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf. Seperti contoh kata seseorang “tanahku ini diwakafkan selamanya terhadap orang-orang miskin”.
Akan tetapi, KHI dalam hal ini menetapkan beda. Dalam hal ini, dasar yang dijadikan KHI dapat diambil dari pernyataan Syaikh Wahbah al-Zuhailî di dalam kitab al-Fiqh al-`Islâmî wa `Adillatuh. Beliau berkata:
المقرر شرعا أن الشهادة إحدى طرق إثبات الوقفية، ويشترط في ادعاء الوقف: بيان الوقف ولو كان قديما، ويقبل في إثباته الشهادة على الشهادة، وشهادة النساء مع الرجال، والشهادة بالشهرة والتسامع بأن يقول الشاهد: أشهد بالتسامع وتقبل شهادة التسامع لبيان المصرف، كقولهم على مسجد كذا، ولبيان مستحقين، ولا تقبل لإثبات شرائطه في الأصح. أما صك الكتابة فلا يصلح حجة؛ لأن الخط يشبه الخط. واشتراط تحديد العقار الموقوف لا يطلب لصحة الوقف لأن الشرط كونه معلوما وإنما هو شرط لقبول الشهادة الوقفية .
Terjemahan: Ketetapan secara syariat, persaksian adalah salah satu dari cara-cara menetapkan wakaf. Disyaratkan di dalam pengakuan wakaf; adalah menjelaskan wakaf walaupun telah lewat. Wakaf diterima ketetapannya dengan cara persaksian terhadap persaksian; dan persaksian perempuan berserta lelaki, persaksian dengan cara kemasyhuran dan perbicaraan orang banyak dengan perkataan orang yang bersaksi: “Aku bersaksi dengan perbicaraan orang banyak”. Persaksian dengan perbicaraan orang banyak itu diterima untuk menjelaskan tempat tasarrufnya; seperti ucapan mereka terhadap masjid yang ini. Dan juga diterima untuk menjelaskan orang-orang yang berhak. Persaksian tidak diterima untuk menetapkan syarat-syarat wakaf menurut pendapat yang lebih sah. Adapun akte tulisan (akte notaris) itu tidak patut menjadi hujjah, karena tulisan itu menyamai tulisan. Dan pensyaratan membatasi perkarangan wakaf tidak menjadi syarat untuk sahnya wakaf, karena syarat adanya wakaf itu haruslah diketahui. Hanya saja pembatasan itu adalah syarat untuk diterimanya persaksian wakaf.
Oleh karena ini, Mahkamah Syariah Mesir dan Syiria menetapkan secara hukum positif (قانون) agar mensyaratkan sahnya wakaf dengan bersaksi secara resmi dari orang yang akan mewakafkan di depan salah satu dari mahkamah-mahkamah syariah yang bertempat di daerah barang wakafan tersebut kesemuanya atau kebanyakannya. Ini bertujuan menutup kemungkinan adanya pendakwaan yang batil untuk menetapkan kewakafan dengan persaksian yang palsu (شهادة الزور). Ketetapan ini sesuai dengan hukum positif yang mana mensyaratkan adanya pendaftaran resmi dalam hal sertifikat tanah bagi segala tasarruf yang dilakukan terhadap tanah, di manapun ia berada, dan kapanpun tasarruf itu terjadi.
Lalu Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 angka (2) tertulis sebagai berikut:
Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
Seperti yang telah diterangkan di atas tadi, bahwa wakaf itu bisa jadi ketika telah menetapi rukun-rukunnya. Salah satu yang disepakati oleh semua ulama, adalah adanya shîghat.
Syarat-syarat shîghat di dalam fiqh serta beberapa perbedaan pendapat di dalamnya itu ada empat:
1. Sifat Ta`bîd (selamanya): menurut mayoritas ulama kecuali mazhab Maliki, itu mensyaratkan adanya sifat selamanya, bukan terbatas waktu. Hanya saja ia tidak perlu dilafazkan. Akan tetapi, sifat ini akan tercacati ketika shîghatnya mengandung isi sifat terbatas waktu (ta`qît). Seperti contoh “aku mewakafkan tanah ini sebulan”. Maka menurut mayoritas ulama dalam hal ini, wakaf tidak sah.
2. Sifat Tanjîz: yaitu tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain, dan ia jadi secara langsung, dan tidak menanti sebuah syarat untuk berlaku. Contoh shîghat yang tidak Tanjîz adalah “Ketika Zaid datang, maka aku mewakafkannya”. Ini adalah syarat menurut mayoritas ulama kecuali Maliki.
3. Sifat al-`Ilzâm: yaitu sebuah sifat yang tidak terdapat di dalamnya sebuah ketentuan untuk khiyâr seperi contoh: “aku mewakafkan tanah ini dengan syarat aku dapat menariknya kembali atau si fulan dapat menariknya kembali kapanpun ia mau”. Ini juga adalah syarat menurut mayoritas ulama kecuali Maliki.
4. Sifat menjelaskan tempat pegunaannya: yaitu sebuah sifat di mana ia menunjukkan tujuan penggunaan dari barang wakafan tersebut. Seperti contoh: “aku mewakafkan tanah ini untuk dibangun masjid”. Ketika tidak ada sifat ini semisal “sku mewakafkan tanah ini (secara mutlak)”, maka menrut pendapat yang `azhar di dalam mazhab Syafi’I tidak sah. Syarat ini hanya diletakkan oleh mazhab Syafi’I melalui pendapatnya yang `azhar.
Melihat kanyataan ini, shîghat wakaf terjadi khilâf di kalangan ulama. Oleh karena ini, sesuai kaidah “حكم الحاكم يرفع الخلاف”; maka pemerintah dapat menetapkan ketentuan ikrar melalui Menteri Agama.
Perlu juga diketahui, pada dasarnya pemerintah tidak sepenuhnya menafikan sebuah wakaf yang sudah memenuhi syarat. Oleh karena itu, redaksi di dalam KHI adalah ikrar wakaf, bukan shîghat wakaf. Ini dikarenakan tidak menutup kemungkinan sudah terjadi wakaf di luar prosedur yang secara syariat sudah sah, akan tetapi ditetapkan wakaf tersebut secara resmi melalui proses ikrar ini. Hujjah ini hampir senada dengan pernyataan Wahbah al-Zuhailî seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ketentuan lain dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 angka (3) tertulis sebagai berikut:
Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Ketentuan yang ditetapkan oleh KHI bagi pasal ini adalah agar ikrar perwakafan ini dikuatkan dengan pembuktian yang berupa persaksian (الشهادة). Secara fiqh, persaksian ini dapat menguatkan sebuah hukum. Dalam ketentuan mazhab Syafi’i, persaksian untuk hal-hal yang berkaitan dengan harta itu memerlukan minimal satu orang saksi dengan disumpah. Ia juga bisa dengan satu lelaki dan dua orang perempuan.
Menurut penulis, faedah diwajibkannya persaksian ini oleh KHI adalah agar menolak kemungkinan terjadi claim dari orang lain akan harta wakafan tersebut. Juga dapat menghilangkan keraguan atau pertentangan seumpama ada yang meragukan terjadi pemalsuan akte perwakafan. Hal ini bisa termasuk di dalam koridor ¬al-mashlahah al-mursalah yang disepakati oleh beberapa ulama seperti Mâlikiyyah dan Imam al-Ghazâlî.
Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 angka (4) tertulis sebagai berikut:
Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
a) tanda bukti pemilikan harta benda;
b) jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
c) surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.
Tujuan dari penyerahan tanda bukti pemilikan harta adalah karena KHI mengadopsi pendapat mazhab Syafi’I yang berpegangan bahwa wakaf menyebabkan si pewakaf akan kehilangan haknya terhadap harta wakafan tersebut. Jadi secara logikanya, tanda kepemilikan harta (seperti sertifikat tanah) tersebut harus juga diserahkan kepada Pejabat yang berwenang.
Sedangkan untuk angka (b) dan (c) adalah bagian dari antisipasi seperti yang telah diterangkan oleh penulis. Secara metodelogis Islam ia adalah bagian dari penerapan ¬al-mashlahah al-mursalah yang juga sesuai dengan ruh-ruh syariat Islam.
B. Tata Cara Formal Perwakafan di Indonesia
Menurut Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH. MH.; secara penerapan, maka tata cara perwakafan adalah sebagai berikut:
1. Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan tanah miliknya (sebagai calon wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf. Bila calon wakif tidak dapat datang ke hadapan PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten letak tanah yang bersangkutan di hadapan dua orang saksi. Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada nazhir di hadapan PPAIW.
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a) Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b) Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak termasuk sengketa.
c) Surat keterangan pendaftaran tanah.
d) Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat.
3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat tersebut, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan nazhir.
4. Menurut Dr. Abdul Ghofur, wakif mengikrarkan kehendak wakif itu kepada nazir yang telah disahkan. Ikrar tersebut harus diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Bagi wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat, kemudian mengisi formulir ikrar wakaf. Kemudian semua yang hadir menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang bentuk dan isi ikrar wakaf tersebut telah ditentukan di dalam peraturan Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No. Kep/D/75/78.
5. PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan identitas nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya.
C. Kajian KHI Pasal 224 Tentang Pendaftaran Benda Wakaf
Kompilasi Hukum Islam Pasal 224 telah mengatur tata cara pendaftaran benda wakaf, sebagai berikut:
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestarian
Yang dimaksud dalam pasal ini, menurut Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH. MH.; dilakukan pendaftaran tanah wakaf di Agraria. PPAIW atas nama nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Dalam pendaftaran tersebut, PPAIW haruslah melampirkan sertifikat yang bersangkutan atau bila tidak ada boleh menggunakan surat-surat bukti kepemilikan tanah yang ada, salinan Akta Ikrar Wakaf yang dibuat PPAIW dan surat pengesahan nazhir.
Jika nazhir terdiri dari kelompok orang, maka yang ditulis dalam buku tanah dan sertifikatnya adalah nama orang-orang dari kelompok tersebut disertai kedudukannya di dalam kepengurusan. Bila kelak ada nazhir yang meninggal dunia, mengundurkan diri atau diganti, maka diadakan penyesuaian seperlunya, berdasarkan pengesahan susunan nazhir yang dilakukan PPAIW. Jika nazhir itu adalah badan hukum, maka yang ditulis dalam buku tanah dan sertifikatnya adalah nama badan hukum tersebut.
D. Kajian Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam
HUKUM PERWAKAFAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 215
Yang dimaksud dengan:
(1) Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
(2) Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakfkan benda miliknya.
(3) Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya.
(4) Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.
(5) Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
(6) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan peraturan yang berlaku, berkwajiban menerima ikrar dan wakif dan menyerahkannya kepada Nadzir serta melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan.
(7) Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (6), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
BAB II
FUNGSI, UNSUR-UNSUR DAN SYARAT-SYARAT WAKAF
Bagian Kesatu
Fungsi Wakaf
Pasal 216
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.
Bagian Kedua
Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf
Pasal 217
(1) Badan-badan Hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
(3) Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (4) harus merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.
Pasal 218
(1) Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (6), yang kemudian menuangkannya dalam bentuk ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
(2) Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.
Pasal 219
(1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. sudah dewasa;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. tidak berada di bawah pengampuan;
f. bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.
(2) Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat tinggal benda yang diwakafkannya.
(3) Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.
(4) Nadzir sebelum melaksanakan tugas, harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut:
”Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi Nadzir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapapun juga”
”Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian”.
”Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku Nadzir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan tujuannya”.
(5) Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan, seperti dimaksud Pasal 215 ayat (5) sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Hak-hak Nadzir
Pasal 220
(1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.
(2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
(3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama.
Pasal 221
(1) Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permohonan sendiri;
c. tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai Nadzir;
d. melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.
(2) Bilama terdapat lowongan jabatan Nadzir karena salah satu alasan sebagaimana tersebut dalam ayat (1), maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urutan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
(3) Seorang Nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub a, tidak dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya.
Pasal 222
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.
BAB III
TATA CARA PERWAKAFAN
DAN PENDAFTARAN BENDA WAKAF
Bagian Kesatu
Tata Cara Perwakafan
Pasal 223
(1) Pihak yang hendak mewakafkah dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
(2) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
(3) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(4) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
a. tanda bukti pemilikan harta benda;
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
c. surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Benda Wakaf
Pasal 224
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan
(4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestarian.
BAB IV
PERUBAHAN, PENYELESAIAN DAN
PENGAWASAN BENDA WAKAF
Bagian Kesatu
Perubahan Benda Wakaf
Pasal 225
(1) Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.
(2) Penyimpangan dari ketentuantersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Kantur Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;
b. karena kepentingan umum.
Bagian Kedua
Penyelesaian Perselisihan Benda Wakaf
Pasal 226
Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan Nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 227
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan agama yang mewilayahinya.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 228
Perwakafan benda, demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ini.
Ketentuan Penutup
Pasal 229
Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan
PENJELASAN
ATAS
BUKU KOMPILASI HUKUM ISLAM
PENJELASAN UMUM
1. Bagi bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
adalah mutlak adanya suatu hukum nasional yang menjamin kelangsungan hidup beragama
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sekaligus merupakan poerwujudan kesadaran
hukum masyarakat dan bangsa Indonesia.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, jo Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
Peradilan Agama mempunyai kedudukan yang sederajat dengan lingkungan peradilan lainnya
sebagai peradilan negara.
3. Hukum materiil yang selama ini berlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Islam yang
pada garis besarnya meliputi bidang-bidang hukum Perkawinan, hukum Kewarisan dan hukum
Perwakafan.
Berdasarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama tanggal 18 Pebruari 1958 Nomor B/I/735 hukum
Materiil yang dijadikan pedoman dalam bidang-bidang hukum tersebut di atas adalah bersumber
pada 13 kitab yang kesemuanya madzhab Syafi’i.
4. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik maka kebutuhan hukum
masyarakat semakin berkembang sehingga kitab-kitab tersebut dirasakan perlu pula untuk
diperluas baik dengan menambahkan kitab-kitab dari madzhab yang lain, memperluas penafsiran
terhadap ketentuan di dalamnya membandingkannya dengan Yurisprudensi Peradilan Agama,
fatwa para ulama maupun perbandingan di negara-negara lain.
BAB III
KESIMPULAN
Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Kajian Pasal 223 Kompilasi Hukum Islam menghasilkan kesimpulan bahwa pada dasarnya selagi syarat dan rukun wakaf itu telah terpenuhi, maka secara fiqh wakaf itu sudah berlaku. Akan tetapi, dikarenakan melihat kenyataan zaman yang jelas sudah berubah, maka beberapa konsep pengesahan wakaf tersebut diatur beda dalam KHI demi menjaga maslahat yang lebih sesuai dengan ruh-ruh syariah Islam.
2. Dalam tata cara formal untuk melakukan wakaf memiliki lima (5) tahap yang harus dilakukan. 1) Waqif datang ke PPAIW untuk ikrar wakaf; 2) Ketika si waqif datang tersebut ia harus sudah melengkapi dokumen-dokumennya; 3) PPAIW harus meneliti semua dokumen dan juga saksi-saksi; 4) Waqif harus melakukan ikrar di depan 2 saksi dengan ikrar yang jelas; 5) PPAIW mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf resmi.
3. Setelah diterbitkan Akta Ikrar Wakaf, maka PPAIW atas nama nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar